Sejumlah tokoh pendukung Prabowo Subianto dijerat hukum. Bachtiar Nasir jadi tersangka dugaan pencucian uang, sementara Kivlan Zen dan Eggi Sudjana disangka berupaya melakukan makar.
Penetapan tersangka tiga pentolan kubu Prabowo tersebut memunculkan tanda tanya besar karena dilakukan ketika proses Pemilu yang masih bergulir disertai perdebatan.
Upaya kepolisian mengusut kasus yang menjerat para pentolan kubu Prabowo pada akhirnya beririsan dengan kepentingan politik.
Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyar mengatakan proses hukum memang semestinya diusut hingga tuntas. Namun kemunculan kasus tersebut di tengah isu kecurangan Pemilu 2019 telah memunculkan pandangan lain.
Terlebih untuk kasus Bachtiar, kata Usep, baru kembali mencuat setelah berhenti lama dengan jeda hampir setahun.
Baca Juga:
Usep tak menampik bahwa Bachtiar, Kivlan, dan Eggi Sudjana punya pengaruh besar di kubu Prabowo sebagai tokoh penggalang massa.
Kedua kasus itu, lanjutnya, justru bisa semakin menyatukan massa pendukung 02 yang menurutnya saat ini mulai tercerai pasca Demokrat menjalin komunikasi dengan Istana.
"Ini justru meUsep tak menampik ada tendensi pada upaya penggembosan kekuatan kubu 02 yang dilakukan rezim petahana melalui jalur hukum. Namun, di sisi lain jika upaya penggembosan itu benar maka bisa berpotensi menjadi blunder bagi kubu 01 atau dalam hal ini pemerintah.
Usep menilai jika benar ada motif politik dalam kedua kasus tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa kubu 01 terlalu memberikan respons yang berlebihan.
Respon tersebut, kata Usep, terkait dengan isu kecurangan Pemilu yang dihembuskan oleh kubu 02 hingga seruan soal people power.
"Menurut saya reaksi berlebihan, ketakutan terhadap ancaman-ancaman itu, menurut saya kadang-kadang tanggapannya berlebihan yang akhirnya menjadi blunder," ucapUsep.
Mempersatukan pendukung 02 dengan jargon-jargon dengan jualan seperti di awal-awal menyatukan mereka dengan isu penistaan ulama, pemerintah tidak pro ulama," tuturnya.
Usep tak menampik ada tendensi pada upaya penggembosan kekuatan kubu 02 yang dilakukan rezim petahana melalui jalur hukum. Namun, di sisi lain jika upaya penggembosan itu benar maka bisa berpotensi menjadi blunder bagi kubu 01 atau dalam hal ini pemerintah.
Usep menilai jika benar ada motif politik dalam kedua kasus tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa kubu 01 terlalu memberikan respons yang berlebihan.
Respon tersebut, kata Usep, terkait dengan isu kecurangan Pemilu yang dihembuskan oleh kubu 02 hingga seruan soal people power.
"Menurut saya reaksi berlebihan, ketakutan terhadap ancaman-ancaman itu, menurut saya kadang-kadang tanggapannya berlebihan yang akhirnya menjadi blunder," ucapUsep.
Penetapan tersangka tiga pentolan kubu Prabowo tersebut memunculkan tanda tanya besar karena dilakukan ketika proses Pemilu yang masih bergulir disertai perdebatan.
Upaya kepolisian mengusut kasus yang menjerat para pentolan kubu Prabowo pada akhirnya beririsan dengan kepentingan politik.
Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyar mengatakan proses hukum memang semestinya diusut hingga tuntas. Namun kemunculan kasus tersebut di tengah isu kecurangan Pemilu 2019 telah memunculkan pandangan lain.
Terlebih untuk kasus Bachtiar, kata Usep, baru kembali mencuat setelah berhenti lama dengan jeda hampir setahun.
Baca Juga:
Latah, Dikit-dikit Lapor, Padahal Ustadz Haikal Gak Paham Apa yang Dilaporkan"Dengan momen yang tidak tepat bisa menimbulkan kecurigaan, wah ini ada proses politik yang berjalan di balik proses hukum," kata Usep kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/5).
Usep tak menampik bahwa Bachtiar, Kivlan, dan Eggi Sudjana punya pengaruh besar di kubu Prabowo sebagai tokoh penggalang massa.
Kedua kasus itu, lanjutnya, justru bisa semakin menyatukan massa pendukung 02 yang menurutnya saat ini mulai tercerai pasca Demokrat menjalin komunikasi dengan Istana.
"Ini justru meUsep tak menampik ada tendensi pada upaya penggembosan kekuatan kubu 02 yang dilakukan rezim petahana melalui jalur hukum. Namun, di sisi lain jika upaya penggembosan itu benar maka bisa berpotensi menjadi blunder bagi kubu 01 atau dalam hal ini pemerintah.
Usep menilai jika benar ada motif politik dalam kedua kasus tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa kubu 01 terlalu memberikan respons yang berlebihan.
Respon tersebut, kata Usep, terkait dengan isu kecurangan Pemilu yang dihembuskan oleh kubu 02 hingga seruan soal people power.
"Menurut saya reaksi berlebihan, ketakutan terhadap ancaman-ancaman itu, menurut saya kadang-kadang tanggapannya berlebihan yang akhirnya menjadi blunder," ucapUsep.
Mempersatukan pendukung 02 dengan jargon-jargon dengan jualan seperti di awal-awal menyatukan mereka dengan isu penistaan ulama, pemerintah tidak pro ulama," tuturnya.
Usep tak menampik ada tendensi pada upaya penggembosan kekuatan kubu 02 yang dilakukan rezim petahana melalui jalur hukum. Namun, di sisi lain jika upaya penggembosan itu benar maka bisa berpotensi menjadi blunder bagi kubu 01 atau dalam hal ini pemerintah.
Usep menilai jika benar ada motif politik dalam kedua kasus tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa kubu 01 terlalu memberikan respons yang berlebihan.
Respon tersebut, kata Usep, terkait dengan isu kecurangan Pemilu yang dihembuskan oleh kubu 02 hingga seruan soal people power.
"Menurut saya reaksi berlebihan, ketakutan terhadap ancaman-ancaman itu, menurut saya kadang-kadang tanggapannya berlebihan yang akhirnya menjadi blunder," ucapUsep.
Polisi telah menetapkan Bachtiar Nasir sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS). Bachtiar diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka sejak tahun 2018.
Di tahun 2018 pula, Bachtiar pernah dipanggil oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri untuk dimintai keterangannya.
Namun, kasus tersebut menjadi ramai diperbincangkan saat Bachtiar dipanggil sebagai tersangka untuk keduanya kalinya pada Rabu (8/5) lalu. Pemanggilan Bachtiar dalam statusnya sebagai tersangka pun menuai berbagai tanggapan dari sejumlah pihak.
Baca Juga:
Bulan Ramadhan, Bulan Jihad, Bulan Perlawanan Tumbangkan KemungkaranSelain itu, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen dilaporkan ke ke Bareskrim Polri atas dugaan penyebaran berita bohong dan makar, Selasa (7/5).
Laporan terhadap Kivlan tersebut diterima oleh polisi dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019. Dalam tanda terima laporan yang diperoleh CNNIndonesia.com, diketahui Kivlan dilaporkan oleh seseorang bernama Jalaludin.
Dalam laporan tersebut, Kivlan dilaporkan atas Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong atau hoax dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 14 dan atau pasal 15 serta terhadap Keamanan Negara atau Makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 107 jo asal 110 jo pasal 87 dan atau pasal 163 bis jo pasal 107.
Sementara Eggi Sudjana pun turut dijerat tersangka karena dianggap menyuarakan seruan yang bertendensi pada upaya makar lewat gerakan People Power.
Direktur Lingkar Kajian Komunikasi Politik (LKPP) Adiyana Slamet menuturkan munculnya kembali kasus Bachtiar lantaran polisi sempat menunda pengusutan kasus tersebut selama pelaksanaan pemilu guna menjaga stabilitas keamanan.
Penundaan akibat pemilu tersebut memang sempat disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri.
"Menjaga betul tentang stabilitas keamanan jelang kontestasi pemilu, kalau dipaksakan sebelum pemungutan bakal ada gejolak," ucap Adiyana kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/5).
Hal serupa, menurut Adiyana juga berlaku terkait dengan pelaporan Kivlan dan Eggi tentang dugaan makar. Ia menilai tuduhan dugaan makar tersebut tentunya perlu diredam sehingga tidak memunculkan konflik sosial.
"Kalau dalam konteks propaganda, jika tdak diredam akan menimbulkan konflik sosial," ujarnya.
Konflik sosial yang perlu diantisipasi adalah upaya penggalangan massa dari kubu Prabowo pada 22 Mei ketika KPU mengumumkan hasil final Pilpres 2019.
Wacana people power sudah digaungkan jauh hari sebagai bentuk penolakan terhadap KPU jika hasil yang diumumkan tidak sesuai dengan versi mereka.
Kubu Prabowo sejak pencoblosan sudah mendeklarasikan diri sebagai pemenang dengan mengandalkan hasil real count internal hingga 62 persen.
Prabowo menilai upaya penjegalan yang dilakukan kepolisian sebagai bentuk kriminalisasi. Dia menganggap hal itu merupakan langkah yang bertentangan dengan demokrasi dan konstitusi di Indonesia.
"Bagi kami demokrasi dan kehidupan konstitusi menjamin hak individu. Ini kami lihat juga dikaitkan dengan petinggi pemerintah yang seolah ancam kebebasan berpendapat," ujar Prabowo di Kertanegara, Rabu (8/5). (cnni)