Pahlawan Indonesia
Oleh : Anis Matta
Yang saya rasakan hanyalah dorongan naluri, bahwa negeri ini sedang melintasi sebuah persimpangan sejarah yang rumit, sementara perempuan-perempuannya sedang tidak subur; mereka makin pelit melahirkan pahlawan.
Saya tidak pernah merisaukan benar krisis yang melilit setiap sudut kehidupan negeri ini. Krisis adalah takdir semua bangsa. Apa yang memiriskan hati adalah kenyataan bahwa ketika krisis besar itu terjadi, kita justru mengalami kelangkaan pahlawan. Fakta ini jauh
lebih berbahaya, sebab disini tersimpan isyarat kematian sebuah bangsa.
Bangsa Amerika pernah mengalami depresi ekonomi terbesar dalam sejarah dari tahun 1929 hingga 1937. Selang lima tahun setelah itu, tepatnya tahun 1942, mereka memasuki Perang Dunia Kedua; dan mereka menang. Selama masa itu, mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang lumpuh, dan satu-satunya presiden yang pernah terpilih sebanyak empat kali, FD. Rosevelt.
Tapi krisis itu telah membesarkan Bangsa Amerika; selama masa depresi mereka menemukan teori-teori makroekonomi yang sekarang kita pelajari di bangku kuliah dan menjadi pegangan perekonomian jagat raya. Mereka juga memenangkan PD II dan berkuasa penuhdi muka bumi hingga saat ini.
Itulah yang terjadi ketika kriris dikelola oleh tangantangan dingin para pahlawan; mereka mengubah tantangan menjadi peluang, kelemahan menjadi kekuatan, kecemasan menjadi harapan, ketakutan menjadi keberanian, dan krisis menjadi berkah.
Lorong kecil yang menyalurkan udara pada ruang kehidupan sebuah bangsa yang tertutup oleh krisis adalah harapan. lnilah inti kehidupan ketika tak ada lagi kehidupan. lnilah benteng pertahanan terakhir bangsa itu. Tapi benteng itu dibangun dan diciptakan para
pahlawan.
Mungkin mereka tidak membawa janji pasti tentang jalan keluar yang instan dan menyelesaikan masalah. Tapi mereka membangun inti kehidupan; mereka membangunkan dara hidup dan kekuatan yang tertidur di sana, di atas alas ketakutan dan ketidakberdayaan. Itulah yang dilakukan Rosevelt.
Bangsa yang sedang mengalami krisis, kata Rosevelt, hanya membutuhkan satu hal; motivasi. Sebab, bangsa itu sendiri, pada dasamya, mengetahui jalan keluar yang
mereka cari. Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang dilandasi keadilan dan dipenuhi kemakmuran masih mungkin dibangun di negeri ini. Untaian Zamrud Khatulistiwa ini masih mungkin dirajut menjadi kalung sejarah yang indah. Tidak peduli seberapa berat krisis yang menimpa kita saat ini. Tidak peduli seberapa banyak kekuatan asing yang menginginkan kehancuran bangsa ini.
Masih mungkin. Dengan satu kata: para pahlawan. Tapi jangan menanti kedatangannya atau menggodanya untuk hadir ke sini. Sekali lagi, jangan pemah menunggu kedatangannya, seperti orang-orang lugu yang tertindas itu; mereka menunggu datangnya Ratu Adil yang tidak pemah datang.
Mereka tidak akan pemah datang. Mereka bahkan sudah ada di sini. Mereka lahir dan besar di negeri ini. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perIn berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka; dan dunia akan menyaksikan gugusan pulaupulau ini
menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah.