UIGHUR adalah bangsa yang tinggal di daerah Asia Tengah yang berbahasa Turki. Mayoritas Penduduknya beragama Islam. Mereka tinggal di wilayah Xinjiang, yang dulunya bernama Turkistan Timur sebelum dicaplok oleh China.
“Uighur” secara harfiah berarti “bersatu” atau “sekutu”. Asal-usul etnis Uighur dapat ditelusuri kembali ke abad ke-3 SM, nenek moyang mereka percaya pada Shamanisme, Manicheism, Nestorianisme, Mazdaisme dan Buddhisme. Uighur menyebar di Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, sementara sebagian kecil tinggal di Provinsi Hunan dan Henan.
Asal Usul Uighur
Sebelum tinggal di Turkistan Timur, Barat China (teritorial Xinjiang saat ini), Uighur adalah kumpulan dari beberapa kabilah (suku) yang berpindah-pindah di Mongolia. Mereka sampai ke daerah ini setelah menguasai kabilah Mongolia serta perjalanan mereka ke arah Barat Laut China pada abad 8 Hijriah.
Di Xinjiang ada berbagai etnis misalnya; Uighur, Kazak, Khalkha, Uzbek, Tajik, dan Tatar yang hidup terutama di Daerah Otonom Xinjiang Uighur, ini adalah wilayah dengan area yang luas, banyak kelompok etika dan banyak agama.
Xinjiang adalah daerah yang berhubungan dengan negara-negara Islam tetangga dalam banyak aspek, seperti asal etnis, agama, ekonomi, budaya, dan adat istiadat, tetapi tidak pernah me misahkan diri dari otoritas sentral dalam cara apa pun. Hubungan ini terjalin melalui berbagai cara, seperti dakwah, perang agama terhadap Buddhisme dan dukungan politik, di sinilah Islam menyebar.
Jumlah penduduk Uighur berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2003 mencapa 8,5 juta jiwa. Populasi Uighur pada 2017 adalah sekitar 7,2 juta, pada tahun 2018 sekitar 12 juta. Sembilan puluh sembilan di antara mereka tinggal di wilayah Xinjiang. Sedangkan sisanya, terpencar-pencar di Kazakhistan, Mongolia, Turki, Afghanistan, Pakistan, Jerman, indonesia, Australia, Taiwan dan Saudi Arabia.
Bahasa dan Budaya
Bahasa yang digunakan oleh penduduk Uighur adalah bahasa Uighur yang merupakan turunan dari bahasa Turki. Mereka menggunakan huruf Arab dalam penulisan bahasanya.
Uighur memperkaya warisan budaya China dengan berbagai karangan, buku, musik dan seni yang paling menonjol di antaranya adalah akrobat yang mana orang-orang China sangat piawai dalam memainkannya.
Kaum muslim Uighur adalah kaum yang ramah dan mahir menyanyi serta menari. Mereka memiliki karya rakyat yang indah, termasuk puisi epik “Fu Le Zhi Hui” (kebijaksanaan dan kebahagiaan) dan musik serta tarian divertimento “Er Shi Mu Ka Mu” (dua belas Mukam) masih populer sampai saat ini.
Uighur bergerak di bidang pertanian, sangat berpengalaman dalam berkebun dan menanam kapas. Mereka juga mahir menenun karpet, topi Uighur dan membuat pisau. (Mi Shoujiang, 2014: 35-36)
Agama
Pada awalnya, penduduk Uighur memeluk beberapa agama seperti, Budha, Kristen (Nestorian) dan Zoroaster hingga pada batas pertengahan abad kesepuluh Masehi, kemudian mereka masuk Islam. Sekarang mayoritas mereka adalah berideologi Sunni bermadhzab Hanafi, sebagian kecil Syi’ah Isma’iliyah.
Pada pertengahan abad ke-lO, Islam diperkenalkan ke Xinjiang oleh Satuk Boghra (9 10-956 M), seorang khan dan Dinasti Karakitai yang memeluk Islam. Kashgar, Yirqiang dan Kuche masing-masing menjadi salah satu wilayah Islam secara berurutan.
Setelah abad ke-14 Islam menyebar ke utara Xinjiang, dan pada abad ke-16, seluruh daerah tersebut menjadi Islam. Masjid Eidkah di Kashgar, Tempat Ziarah dariAfaq Khwadja, makam Raja Uighur di Hami dan Menara Emin di Turufan semuanya merupakan konstruksi Islam yang berasal dan periode awal.
Sebenarnya, dakwah Islam sudah sampai di China sejak zaman sahabat Nabi. Khalifah Utsman bin Affan pernah mengirim utusan Sa’ad bin Abi Waqash ke negeri Tirai Bambu itu. Waktu itu, yang menerima rombongan tersebut adalah Yung Wei, Maharaja Tang (M. Iksan, 2010:89). Islam begitu gencar dan massif ketika dipeluk oleh penduduk Uighur.
Hubungan dengan China
Hubungan antara Uighur dan China adalah talik-ulur. Pada saat wilayah ini dikuasai Dinasti Ming, kaum muslimin mendapatkan tempat terhormat bahkan mereka mampu memberikan kontribusi besar bagi negeri China (A. Ibrahim, 2014: 741).
Dulu Uighur juga sempat mendirikan Negara Turkistan Timur yang eksis hingga 10 abad sebelum akhirnya jatuh setelah digempur China pada tahun 1759 kemudian 1876 sebelum akhirnya pada tahun 1950 digabungkan dengan China yang berideologi komunis.
Selama periode ini, Uighur melancarkan beberapa pemberontakan yang pada beberapa kesempatan sukses mendirikan negara independen setelah pemberontakan tahun 1933 dan 1944. Akan tetapi, tak lama setelah itu negara itu takluk pada orang-orang China yang biasa menguasai wilayah ini secara mutlak.
Setelah peristiwa 11 September 2001, rezim Tiongkok mengintensifkan pengejaran terhadap orang Uighur dan berhasil membawa beberapa orang Uighur, terutama dari Pakistan, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan, di bawah apa yang disebut “Kampanye Internasional Melawan Terorisme.
Meski pengejaran China begitu gencar, beberapa organisasi bawah tanah tetap aktif melakukan gerakan di negara itu, khususnya Gerakan Islam Turkestan Timur, yang dituduh Beijing melakukan serangkaian ledakan di provinsi Sengiang dan pemuda Turkistan Timur.
Pada tanggal 19 September 2004, orang-orang Uighur mendirikan sebuah pemerintahan di pengasingan untuk Turkestan timur yang dipimpin oleh Anwar Yusuf dan sebuah konstitusi telah dirancang.
Tindakan diskriminatif China –seperti yang santer di media— pada penduduk Uighur rupanya tak kunjung berhenti malah bertambah parah. Berbagai ekspresi keislaman di Xinjiang dilarang. Mereka bukan hanya menutup masjid, bahkan semua tulisan-tulisan yang bernafaskan Islam dan Al-Quran. Sampai nama yang berbau Islam juga dilarang, demikian juga syariat-syariat Islam lain seperti jenggot dan hijab.
Lebih memilukan dari itu, menuruat rilis PBB, China bahkan telah memenjarakan tak kurang dari satu juta penduduk Uighur di penjara rahasia. Melihat kondisi Uighur yang sedemikian memprihatinkan di bahwah represi China, maka sudah sepantasnya sebagai muslim atas nama agama, bahkan seluruh manusia atas kemanusiaan untuk turut menyuarakan kebebasan mereka.*/Mahmud Budi Setiawan, dari berbagai sumber. [H]
“Uighur” secara harfiah berarti “bersatu” atau “sekutu”. Asal-usul etnis Uighur dapat ditelusuri kembali ke abad ke-3 SM, nenek moyang mereka percaya pada Shamanisme, Manicheism, Nestorianisme, Mazdaisme dan Buddhisme. Uighur menyebar di Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, sementara sebagian kecil tinggal di Provinsi Hunan dan Henan.
Asal Usul Uighur
Sebelum tinggal di Turkistan Timur, Barat China (teritorial Xinjiang saat ini), Uighur adalah kumpulan dari beberapa kabilah (suku) yang berpindah-pindah di Mongolia. Mereka sampai ke daerah ini setelah menguasai kabilah Mongolia serta perjalanan mereka ke arah Barat Laut China pada abad 8 Hijriah.
Di Xinjiang ada berbagai etnis misalnya; Uighur, Kazak, Khalkha, Uzbek, Tajik, dan Tatar yang hidup terutama di Daerah Otonom Xinjiang Uighur, ini adalah wilayah dengan area yang luas, banyak kelompok etika dan banyak agama.
Xinjiang adalah daerah yang berhubungan dengan negara-negara Islam tetangga dalam banyak aspek, seperti asal etnis, agama, ekonomi, budaya, dan adat istiadat, tetapi tidak pernah me misahkan diri dari otoritas sentral dalam cara apa pun. Hubungan ini terjalin melalui berbagai cara, seperti dakwah, perang agama terhadap Buddhisme dan dukungan politik, di sinilah Islam menyebar.
Jumlah penduduk Uighur berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2003 mencapa 8,5 juta jiwa. Populasi Uighur pada 2017 adalah sekitar 7,2 juta, pada tahun 2018 sekitar 12 juta. Sembilan puluh sembilan di antara mereka tinggal di wilayah Xinjiang. Sedangkan sisanya, terpencar-pencar di Kazakhistan, Mongolia, Turki, Afghanistan, Pakistan, Jerman, indonesia, Australia, Taiwan dan Saudi Arabia.
Bahasa dan Budaya
Bahasa yang digunakan oleh penduduk Uighur adalah bahasa Uighur yang merupakan turunan dari bahasa Turki. Mereka menggunakan huruf Arab dalam penulisan bahasanya.
Uighur memperkaya warisan budaya China dengan berbagai karangan, buku, musik dan seni yang paling menonjol di antaranya adalah akrobat yang mana orang-orang China sangat piawai dalam memainkannya.
Kaum muslim Uighur adalah kaum yang ramah dan mahir menyanyi serta menari. Mereka memiliki karya rakyat yang indah, termasuk puisi epik “Fu Le Zhi Hui” (kebijaksanaan dan kebahagiaan) dan musik serta tarian divertimento “Er Shi Mu Ka Mu” (dua belas Mukam) masih populer sampai saat ini.
Uighur bergerak di bidang pertanian, sangat berpengalaman dalam berkebun dan menanam kapas. Mereka juga mahir menenun karpet, topi Uighur dan membuat pisau. (Mi Shoujiang, 2014: 35-36)
Agama
Pada awalnya, penduduk Uighur memeluk beberapa agama seperti, Budha, Kristen (Nestorian) dan Zoroaster hingga pada batas pertengahan abad kesepuluh Masehi, kemudian mereka masuk Islam. Sekarang mayoritas mereka adalah berideologi Sunni bermadhzab Hanafi, sebagian kecil Syi’ah Isma’iliyah.
Pada pertengahan abad ke-lO, Islam diperkenalkan ke Xinjiang oleh Satuk Boghra (9 10-956 M), seorang khan dan Dinasti Karakitai yang memeluk Islam. Kashgar, Yirqiang dan Kuche masing-masing menjadi salah satu wilayah Islam secara berurutan.
Setelah abad ke-14 Islam menyebar ke utara Xinjiang, dan pada abad ke-16, seluruh daerah tersebut menjadi Islam. Masjid Eidkah di Kashgar, Tempat Ziarah dariAfaq Khwadja, makam Raja Uighur di Hami dan Menara Emin di Turufan semuanya merupakan konstruksi Islam yang berasal dan periode awal.
Sebenarnya, dakwah Islam sudah sampai di China sejak zaman sahabat Nabi. Khalifah Utsman bin Affan pernah mengirim utusan Sa’ad bin Abi Waqash ke negeri Tirai Bambu itu. Waktu itu, yang menerima rombongan tersebut adalah Yung Wei, Maharaja Tang (M. Iksan, 2010:89). Islam begitu gencar dan massif ketika dipeluk oleh penduduk Uighur.
Hubungan dengan China
Hubungan antara Uighur dan China adalah talik-ulur. Pada saat wilayah ini dikuasai Dinasti Ming, kaum muslimin mendapatkan tempat terhormat bahkan mereka mampu memberikan kontribusi besar bagi negeri China (A. Ibrahim, 2014: 741).
Dulu Uighur juga sempat mendirikan Negara Turkistan Timur yang eksis hingga 10 abad sebelum akhirnya jatuh setelah digempur China pada tahun 1759 kemudian 1876 sebelum akhirnya pada tahun 1950 digabungkan dengan China yang berideologi komunis.
Selama periode ini, Uighur melancarkan beberapa pemberontakan yang pada beberapa kesempatan sukses mendirikan negara independen setelah pemberontakan tahun 1933 dan 1944. Akan tetapi, tak lama setelah itu negara itu takluk pada orang-orang China yang biasa menguasai wilayah ini secara mutlak.
Setelah peristiwa 11 September 2001, rezim Tiongkok mengintensifkan pengejaran terhadap orang Uighur dan berhasil membawa beberapa orang Uighur, terutama dari Pakistan, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan, di bawah apa yang disebut “Kampanye Internasional Melawan Terorisme.
Meski pengejaran China begitu gencar, beberapa organisasi bawah tanah tetap aktif melakukan gerakan di negara itu, khususnya Gerakan Islam Turkestan Timur, yang dituduh Beijing melakukan serangkaian ledakan di provinsi Sengiang dan pemuda Turkistan Timur.
Pada tanggal 19 September 2004, orang-orang Uighur mendirikan sebuah pemerintahan di pengasingan untuk Turkestan timur yang dipimpin oleh Anwar Yusuf dan sebuah konstitusi telah dirancang.
Tindakan diskriminatif China –seperti yang santer di media— pada penduduk Uighur rupanya tak kunjung berhenti malah bertambah parah. Berbagai ekspresi keislaman di Xinjiang dilarang. Mereka bukan hanya menutup masjid, bahkan semua tulisan-tulisan yang bernafaskan Islam dan Al-Quran. Sampai nama yang berbau Islam juga dilarang, demikian juga syariat-syariat Islam lain seperti jenggot dan hijab.
Lebih memilukan dari itu, menuruat rilis PBB, China bahkan telah memenjarakan tak kurang dari satu juta penduduk Uighur di penjara rahasia. Melihat kondisi Uighur yang sedemikian memprihatinkan di bahwah represi China, maka sudah sepantasnya sebagai muslim atas nama agama, bahkan seluruh manusia atas kemanusiaan untuk turut menyuarakan kebebasan mereka.*/Mahmud Budi Setiawan, dari berbagai sumber. [H]