Ahli hukum tata negara, Irmanpurta Sidin berpandangan bahwa Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang mencintai agama Islam. Hal itu demi mewujudkan tujuan bangsa Indonesia yammyang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Apakah pemerintahan itu lahir dari seorang rahim muslim atau nonmuslim, yang kita butuhkan adalah pemimpin yang mencintai agama, mencintai Islam karena Islam akan sangat membantu meringankan beban dia sebagai pemegang kekuasaan," kata Irmanputra dalam video yang dikutip redaksi, Jumat (3/5).
Bukan tanpa alasan. Berdasarkan kajiannya, ajaran-ajaran Islam dianggap mampu meringankan kerja pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara yang termaktub dalam UUD 1945.
Salah satu yang ia contohkan adalah tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di Pasal 31 UUD 1945, kata Irmanputra, mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi amanah wajib yang harus diemban oleh siapapun pemegang kekuasaan pemerintahan.
"Siapapun presiden yang berkuasa wajib untuk mengusahakan sistem pendidikan yang bertujuan meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa," imbuhnya.
Dalam UU itu pula, lanjutnya, disebutkan bahwa pemerintah harus menyisihkan 20 persen pajak pungutan yang dibayar rakyat kepada negara.
"Kalau dikumpulkan Rp 2.000 triliun lebih. Artinya kita menyisihkan Rp 400-500 triliun untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Gunanya untuk menciptakan insan yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia," paparnya.
Berkaca dari situ, pemerintah seharusnya bisa menghemat anggaran pendidikan yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan memaksimalkan ajaran yang diperintah oleh agama, khususnya agama Islam.
"Puasa tidak membutuhkan satu rupiahpun dari APBN untuk menjadi warga negara yang memiliki nilai ketakwaan, insan yang berakhlak mulia dan beriman," jelasnya.
Atas hal itu, ia pun berpandangan bahwa peningkatan pendidikan bangsa yang cerdas akan terlaksana tanpa menghambur-hamburkan uang rakyat jika pemimpinnya cinta terhadap nilai-nilai agama, khususnya Islam.
"Nilai-nilai agama dan Islam akan sangat membantu beban yang diemban siapapun presiden yang berkuasa untuk menjalankan kewajubannya mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya, jangan dipisahkan nilai agama dengan nilai konstitusi," tutupnya. (rmol)
"Apakah pemerintahan itu lahir dari seorang rahim muslim atau nonmuslim, yang kita butuhkan adalah pemimpin yang mencintai agama, mencintai Islam karena Islam akan sangat membantu meringankan beban dia sebagai pemegang kekuasaan," kata Irmanputra dalam video yang dikutip redaksi, Jumat (3/5).
Bukan tanpa alasan. Berdasarkan kajiannya, ajaran-ajaran Islam dianggap mampu meringankan kerja pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara yang termaktub dalam UUD 1945.
Salah satu yang ia contohkan adalah tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di Pasal 31 UUD 1945, kata Irmanputra, mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi amanah wajib yang harus diemban oleh siapapun pemegang kekuasaan pemerintahan.
"Siapapun presiden yang berkuasa wajib untuk mengusahakan sistem pendidikan yang bertujuan meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa," imbuhnya.
Dalam UU itu pula, lanjutnya, disebutkan bahwa pemerintah harus menyisihkan 20 persen pajak pungutan yang dibayar rakyat kepada negara.
"Kalau dikumpulkan Rp 2.000 triliun lebih. Artinya kita menyisihkan Rp 400-500 triliun untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Gunanya untuk menciptakan insan yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia," paparnya.
Berkaca dari situ, pemerintah seharusnya bisa menghemat anggaran pendidikan yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan memaksimalkan ajaran yang diperintah oleh agama, khususnya agama Islam.
"Puasa tidak membutuhkan satu rupiahpun dari APBN untuk menjadi warga negara yang memiliki nilai ketakwaan, insan yang berakhlak mulia dan beriman," jelasnya.
Atas hal itu, ia pun berpandangan bahwa peningkatan pendidikan bangsa yang cerdas akan terlaksana tanpa menghambur-hamburkan uang rakyat jika pemimpinnya cinta terhadap nilai-nilai agama, khususnya Islam.
"Nilai-nilai agama dan Islam akan sangat membantu beban yang diemban siapapun presiden yang berkuasa untuk menjalankan kewajubannya mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya, jangan dipisahkan nilai agama dengan nilai konstitusi," tutupnya. (rmol)