Salah satu keluarga yang berdomisili di wilayah kabupaten Deliserdang tepatnya di jalan pertahanan kecamatan Patumbak kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara mengaku mengeluh kepada awak media Selasa sore 18 Februari 2020.
Warga tersebut bernama Hemat Hutahaian (60) memiliki 1 istri dan 5 anak mengaku menyesal karena telah memilih Jokowi sebagai presiden untuk periode kedua pada pemilu tahun 2019 lalu.
Dia beralasan “menyesal” karena sulitnya mendapatkan uang demi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan dia makin kesulitan untuk membayar tagihan BPJS yang sejak tahun 2015 lalu belum ia bayarkan hingga tahun 2020 tidak bisa berobat ke Rumah sakit.
Pengakuannya sejak tahun 2015, dia mengalami kesulitan untuk mendapatkan uang dari pekerjaannya sebagai supir mobil rental trayek Medan-Siantar karena penurunan penumpang secara drastis.
Menurutnya, sebelum tahun 2015, penghasilan sebagai seorang supir rental masih lumayan sebab penumpang dari Medan tujuan Siantar bisa dikatakan ramai, biaya hidup sehari-hari dan harga kebutuhan pokok masih terjangkau saat itu.
Istrinya yang berprofesi sebagai pedagang di rumah juga mengalami penurunan pembeli, Bahkan setiap hari hampir tidak ada pembeli barang dagangannya.
Sementara kebutuhan keluarga untuk makan dan sekolah anaknya yang masih duduk di bangku SMA kelas 2 harus tetap terpenuhi.
Kekecewaan Hemat Hutahaean terhadap presiden Joko Widodo memuncak saat mendengar kabar kenaikan iuran BPJS kesehatan, dan kenaikan tunggakan iuran BPJS yang belum dibayar kan sejak tahun 2015 hingga tahun 2020 mengalami kenaikan menjadi maksimal membayar 24 bulan + bulan berjalan yang sebelumnya hanya dibebankan membayar 12 bulan + bulan berjalan.
Kenaikan tersebut dia ketahui dirubah oleh presiden Joko Widodo melalui peraturan presiden nomor 82 Tahun 2018 dari yang semula hanya membayar sebanyak 12 bulan + bulan berjalan, namun hari ini (18/02/2020) dia harus membayar tunggakan maksimal 24 bulan + bulan berjalan jika ingin BPJS kesehatan nya aktif kembali.
Perubahan tersebut menjadi beban bagi Hemat hutahaian karena tidak memiliki cukup uang untuk membayar tagihan BPJS kesehatan 24 bulan di kali dengan iuran BPJS kesehatan kelas 2 sebesar Rp 51.000,-
Jika ditotal tunggakan BPJS kesehatan 1 orang anggota keluarganya kira kira sebesar Rp 1.300.000 per orang dan jika dikalikan dengan 6 orang anggota keluarganya yang menunggak pembayaran mencapai Rp 7.800.000,-
Sebelumnya pada tahun 2015 lalu, Hemat Hutahaian memilih BPJS kesehatan kelas 2 dengan iuran Rp 51.000,- per orang karena penghasilannya saat itu masih mencukupi, rata-rata penghasilannya dalam sebulan mencapai Rp 6.000.000, namun sejak tahun 2015 penghasilannya turun drastis hingga sulit mendapatkan penghasilan seperti sebelumnya.
Dia mengaku penghasilannya sejak tahun 2015 hanya bisa mencapai Rp 2.500.000 hingga Rp 3.000.000 per bulan sementara biaya listrik dan biaya hidup lain-lain harus tetap dibayar.
Dia beralasan terlambat membayar iuran BPJS kesehatan hingga 5 Tahun lamanya diakibatkan karena tidak memiliki uang yang cukup.
Hemat Hutahaian memohon kepada pemerintah dan DPR, membatalkan kenaikan iuran BPJS kesehatan agar Rakyat lain tidak sengsara seperti yang dialaminya.
Menurutnya masih banyak Rakyat Indonesia yang seperti dirinya tidak mampu membayar iuran BPJS yang sekarang berlaku.
Dia berharap agar permintaannya terkabul dan berdoa supaya Presiden membuka hatinya kepada Rakyat Indonesia yang seperti dirinya tidak mampu membayar kenaikan iuran BPJS kesehatan dan tunggakannya dikarenakan kondisi perekonomian keluarganya turun drastis karena penghasilan berkurang.
Hingga berita ini diturunkan Hemat Hutahaian belum melakukan pembayaran tagihan yang tertunggak sejak tahun 2015 dan kartu BPJS nya tidak aktif karena tidak memiliki uang yang cukup, dia masih menunggu belas kasihan presiden Joko Widodo terhadap Rakyat seperti dirinya agar peraturan presiden terkait dengan 24 bulan pembayaran tertunggak dan kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut dapat dibatalkan. [siasatnusantara.com]
Warga tersebut bernama Hemat Hutahaian (60) memiliki 1 istri dan 5 anak mengaku menyesal karena telah memilih Jokowi sebagai presiden untuk periode kedua pada pemilu tahun 2019 lalu.
Dia beralasan “menyesal” karena sulitnya mendapatkan uang demi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan dia makin kesulitan untuk membayar tagihan BPJS yang sejak tahun 2015 lalu belum ia bayarkan hingga tahun 2020 tidak bisa berobat ke Rumah sakit.
Pengakuannya sejak tahun 2015, dia mengalami kesulitan untuk mendapatkan uang dari pekerjaannya sebagai supir mobil rental trayek Medan-Siantar karena penurunan penumpang secara drastis.
Menurutnya, sebelum tahun 2015, penghasilan sebagai seorang supir rental masih lumayan sebab penumpang dari Medan tujuan Siantar bisa dikatakan ramai, biaya hidup sehari-hari dan harga kebutuhan pokok masih terjangkau saat itu.
Istrinya yang berprofesi sebagai pedagang di rumah juga mengalami penurunan pembeli, Bahkan setiap hari hampir tidak ada pembeli barang dagangannya.
Sementara kebutuhan keluarga untuk makan dan sekolah anaknya yang masih duduk di bangku SMA kelas 2 harus tetap terpenuhi.
Kekecewaan Hemat Hutahaean terhadap presiden Joko Widodo memuncak saat mendengar kabar kenaikan iuran BPJS kesehatan, dan kenaikan tunggakan iuran BPJS yang belum dibayar kan sejak tahun 2015 hingga tahun 2020 mengalami kenaikan menjadi maksimal membayar 24 bulan + bulan berjalan yang sebelumnya hanya dibebankan membayar 12 bulan + bulan berjalan.
Kenaikan tersebut dia ketahui dirubah oleh presiden Joko Widodo melalui peraturan presiden nomor 82 Tahun 2018 dari yang semula hanya membayar sebanyak 12 bulan + bulan berjalan, namun hari ini (18/02/2020) dia harus membayar tunggakan maksimal 24 bulan + bulan berjalan jika ingin BPJS kesehatan nya aktif kembali.
Perubahan tersebut menjadi beban bagi Hemat hutahaian karena tidak memiliki cukup uang untuk membayar tagihan BPJS kesehatan 24 bulan di kali dengan iuran BPJS kesehatan kelas 2 sebesar Rp 51.000,-
Jika ditotal tunggakan BPJS kesehatan 1 orang anggota keluarganya kira kira sebesar Rp 1.300.000 per orang dan jika dikalikan dengan 6 orang anggota keluarganya yang menunggak pembayaran mencapai Rp 7.800.000,-
Sebelumnya pada tahun 2015 lalu, Hemat Hutahaian memilih BPJS kesehatan kelas 2 dengan iuran Rp 51.000,- per orang karena penghasilannya saat itu masih mencukupi, rata-rata penghasilannya dalam sebulan mencapai Rp 6.000.000, namun sejak tahun 2015 penghasilannya turun drastis hingga sulit mendapatkan penghasilan seperti sebelumnya.
Dia mengaku penghasilannya sejak tahun 2015 hanya bisa mencapai Rp 2.500.000 hingga Rp 3.000.000 per bulan sementara biaya listrik dan biaya hidup lain-lain harus tetap dibayar.
Dia beralasan terlambat membayar iuran BPJS kesehatan hingga 5 Tahun lamanya diakibatkan karena tidak memiliki uang yang cukup.
Hemat Hutahaian memohon kepada pemerintah dan DPR, membatalkan kenaikan iuran BPJS kesehatan agar Rakyat lain tidak sengsara seperti yang dialaminya.
Menurutnya masih banyak Rakyat Indonesia yang seperti dirinya tidak mampu membayar iuran BPJS yang sekarang berlaku.
Dia berharap agar permintaannya terkabul dan berdoa supaya Presiden membuka hatinya kepada Rakyat Indonesia yang seperti dirinya tidak mampu membayar kenaikan iuran BPJS kesehatan dan tunggakannya dikarenakan kondisi perekonomian keluarganya turun drastis karena penghasilan berkurang.
Hingga berita ini diturunkan Hemat Hutahaian belum melakukan pembayaran tagihan yang tertunggak sejak tahun 2015 dan kartu BPJS nya tidak aktif karena tidak memiliki uang yang cukup, dia masih menunggu belas kasihan presiden Joko Widodo terhadap Rakyat seperti dirinya agar peraturan presiden terkait dengan 24 bulan pembayaran tertunggak dan kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut dapat dibatalkan. [siasatnusantara.com]