Dua puluh dua tahun yang lalu atau 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai presiden usai berkuasa kurang lebih 32 tahun. Sejak itu, Orde baru berakhir dan digantikan dengan era yang disebut reformasi.
Aktivis 98, Fahri Hamzah mengungkapkan peristiwa lengsernya Soeharto oleh para mahasiswa kala itu, terjadi karena dorongan atas kerinduan untuk memperbaiki keadaan dan kebebasan. "Ini ikhtiar untuk membangun kebersamaan. Indonesia punya sejarah Federasi. Tapi kita bergerak menjadi negara Kesatuan," ungkapnya saat menjadi narasumber dalam diskusi online melalui aplikasi zoom cloud meeting yang digelar Narasi Institute, Kamis (21/5).
Wakil Ketua Umum Partai Gelora tersebut melanjutkan, reformasi secara tidak langsung telah merubah total konstitusi. Bahkan untuk mengawal tersebut, Mahkamah Konstitusi pun hadir ditengah kehidupan bernegara. Dengan lahirnya institusi negara tersebut, mantan Wakil Ketua DPR RI itu menegaskan bahwa pejabat negara tidak ada yang boleh merasa diri paling hebat.
"Jangan ada pejabat yang gampang tersinggung. Itu tradisi ngawur," jelas Fahri. Dirinya pun meminta kepada para pemimpin agar memahami prinsip-prinsip tersebut. Sehingga tidak ada lagi gerakan masa yang menjatuhkan kekuasaan. (rmol)
Aktivis 98, Fahri Hamzah mengungkapkan peristiwa lengsernya Soeharto oleh para mahasiswa kala itu, terjadi karena dorongan atas kerinduan untuk memperbaiki keadaan dan kebebasan. "Ini ikhtiar untuk membangun kebersamaan. Indonesia punya sejarah Federasi. Tapi kita bergerak menjadi negara Kesatuan," ungkapnya saat menjadi narasumber dalam diskusi online melalui aplikasi zoom cloud meeting yang digelar Narasi Institute, Kamis (21/5).
Wakil Ketua Umum Partai Gelora tersebut melanjutkan, reformasi secara tidak langsung telah merubah total konstitusi. Bahkan untuk mengawal tersebut, Mahkamah Konstitusi pun hadir ditengah kehidupan bernegara. Dengan lahirnya institusi negara tersebut, mantan Wakil Ketua DPR RI itu menegaskan bahwa pejabat negara tidak ada yang boleh merasa diri paling hebat.
"Jangan ada pejabat yang gampang tersinggung. Itu tradisi ngawur," jelas Fahri. Dirinya pun meminta kepada para pemimpin agar memahami prinsip-prinsip tersebut. Sehingga tidak ada lagi gerakan masa yang menjatuhkan kekuasaan. (rmol)