Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, pemerintah siap diawasi dan dikontrol oleh DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan masyarakat dalam proses penanganan Covid-19. Pemerintah, menurut Jokowi, berpegang pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk mengutamakan transparansi dan akutanbilitas.
"Pemerintah harus bergerak cepat karena betul-betul situasinya bersifat extraordinary dan memerlukan kecepatan dan ketepatan. Tapi, dalam menjalankan tugas ini, pemerintah dan kita semua harus siap diawasi dan dikontrol. Bukan hanya oleh lembaga negara seperti DPR dan BPK, tetapi juga oleh seluruh masyarakat," ujar Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas di Istana Merdeka, Rabu (6/5).
Isu soal akuntabilitas dan transparansi penanganan Covid-19 ini menjadi fokus masyarakat. Apalagi, sejumlah pihak menganggap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 memberi celah penyelewengan uang negara.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (28/4) lalu telah menggelar sidang pendahuluan uji materi terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Pihak pemohon menilai ketentuan perppu ini berpotensi memunculkan tindak pidana korupsi.
"Bahwa pasal 27 ayat 1 yang memungkinkan terjadinya potensi tindak pidana korupsi," ujar kuasa hukum pemohon, Zainal Arifin Hoesein, dalam sidang pendahuluan di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/4).
Zainal mengatakan, dalam pasal 27 disebutkan, biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 bukan merupakan kerugian negara. Yang termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan dan keuangan daerah, yang menjadi bagian pemulihan ekonomi nasional.
Pemohon nomor 23/PUU-XVIII/2020 juga menilai pasal 27 ayat (2) dan (3) bermasalah karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kedua pasal itu memiliki imunitas atau kekebalan hukum para pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Sidang pendahuluan oleh MK kemarin digelar untuk tiga permohonan uji materi Perppu Covid-19. Pertama, permohonan diajukan sejumlah pemohon perseorangan di antaranya Din Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono dengan nomor 23/PUU-XVIII/2020.
Kedua, permohonan nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan sejumlah organisasi masyarakat, yakni Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA. Kemudian, MK juga menerima permohonan dari Damai Hari Lubis yang langsung diregistrasi dengan nomor 25/PUU-XVIII/2020. [rol]
"Pemerintah harus bergerak cepat karena betul-betul situasinya bersifat extraordinary dan memerlukan kecepatan dan ketepatan. Tapi, dalam menjalankan tugas ini, pemerintah dan kita semua harus siap diawasi dan dikontrol. Bukan hanya oleh lembaga negara seperti DPR dan BPK, tetapi juga oleh seluruh masyarakat," ujar Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas di Istana Merdeka, Rabu (6/5).
Isu soal akuntabilitas dan transparansi penanganan Covid-19 ini menjadi fokus masyarakat. Apalagi, sejumlah pihak menganggap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 memberi celah penyelewengan uang negara.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (28/4) lalu telah menggelar sidang pendahuluan uji materi terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Pihak pemohon menilai ketentuan perppu ini berpotensi memunculkan tindak pidana korupsi.
"Bahwa pasal 27 ayat 1 yang memungkinkan terjadinya potensi tindak pidana korupsi," ujar kuasa hukum pemohon, Zainal Arifin Hoesein, dalam sidang pendahuluan di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/4).
Zainal mengatakan, dalam pasal 27 disebutkan, biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 bukan merupakan kerugian negara. Yang termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan dan keuangan daerah, yang menjadi bagian pemulihan ekonomi nasional.
Pemohon nomor 23/PUU-XVIII/2020 juga menilai pasal 27 ayat (2) dan (3) bermasalah karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kedua pasal itu memiliki imunitas atau kekebalan hukum para pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Sidang pendahuluan oleh MK kemarin digelar untuk tiga permohonan uji materi Perppu Covid-19. Pertama, permohonan diajukan sejumlah pemohon perseorangan di antaranya Din Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono dengan nomor 23/PUU-XVIII/2020.
Kedua, permohonan nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan sejumlah organisasi masyarakat, yakni Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA. Kemudian, MK juga menerima permohonan dari Damai Hari Lubis yang langsung diregistrasi dengan nomor 25/PUU-XVIII/2020. [rol]