• Jelajahi

    Copyright © Jakarta Report
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Surat Utang Pandemic Bond Batal, Rizal Ramli: You have come to a right sense

    08 Mei 2020, 20:02 WIB Last Updated 2020-05-08T13:09:09Z
    Pandemic Bond dengan tenor tinggi dinilai merupakan strategi pemerintah untuk mengatur pembayaran utang agar tidak membebani anggaran di masa depan. Rencana penerbitan surat utang berbentuk Surat Berharga Negara (SBN).

    Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (7/4/2020), surat utang senior tanpa jaminan ini akan diterbitkan dengan denominasi dolar Amerika Serikat (AS) dan tingkat kupon yang tetap. Dalam emisi tahap pertama, pandemic bond Indonesia akan terdiri atas tiga tranche.

    Pertama, senilai US$1,65 miliar bertenor 10,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2030 dengan yield atau imbal hasil 3,90 persen.

    Kedua, senilai US$1,65 miliar bertenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 17 Oktober 2050 dengan yield atau imbal hasil 4,25 persen.

    Ketiga, senilai US$1 miliar bertenor 50 tahun atau jatuh tempo 15 April 2070 dengan yield atau imbal hasil 4,50 persen.

    Terkait hal tersebut, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, penerbitan pandemic bond dengan masa jatuh tempo menengah dan panjang merupakan upaya pemerintah memperpanjang nafas anggaran negara.

    Ia mengatakan, penetapan tenor jangka panjang dilakukan agar pembayaran utang dapat dilakukan seefektif mungkin tanpa membebani APBN di masa depan. Pasalnya, pemerintah juga telah merencanakan pembiyaan utang lebih dari Rp389 triliun pada tahun ini.

    “Pengelolaan utang untuk tahun ini saja tidak sedikit, hal ini juga ditambah dengan pembiayaan untuk penanggulangan pandemi ini sebesar Rp405 triliun yang berasal dari penerbitan obligasi ini,” jelasnya saat dihubungi, Selasa (7/4/2020).

    Selain itu, Ramdhan menuturkan langkah pemerintah menerbitkan pandemic bond dengan denominasi dollar AS menandakan mereka akan meenyasar investor global untuk membantu negara mengatasi pandemi ini. Hal tersebut dinilai dapat menarik minat para investor dengan 'menjual' nilai kemanusiaan dari penerbitan pandemic bond.

    Sementara itu, ekonom senior DR. Rizal Ramli melancarkan kritik sejak akhir Maret lalu. 

    Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu tegas menolak rencana pencarian sumber dana stimulus dampak Covid-19 yang dianggarkan mencapai Rp 405, 1 triliun tersebut dari penerbitan recovery bond atau surat utang yang diterbitkan pemerintah. Penerbitan recovery bond, menurut Rizal Ramli, hanya bungkus dari kebijakan menambah utang atau mencetak uang. Hal ini diindikasikan dengan langkah Presiden Jokowi, meneken Perppu pelebaran defisit APBN lebih dari 3 persen. Jika tidak ada transparansi, Rizal Ramli memprediksi pandemic bond ini akan lebih berbahaya dari kasus BLBI.

    "Tanpa governance dan transparansi yang benar, recovery bond kemungkinan hanya akan jadi skandal keuangan berikutnya," tegasnya  pada Selasa (31/3) lalu. Mantan Menko Kemaritiman ini mengurai, penambahan utang atau penerbitan uang rupiah baru, jika dilakukan akan membuat nilai rupiah semakin jatuh. Sebagai solusi, dia menyarankan Jokowi untuk bisa melakukan realokasi anggaran secara radikal. “Hentikan sementara semua proyek-proyek infrastruktur. Termasuk proyek pembangunan ibu kota baru," katanya.

    Tak sia-sia kritik yang disampaikan dirinya, akhirnya pemerintah batal menerbitkan Surat Utang Pandemic Bond tersebut.

    Dalam unggahan di akun pribadi twitternya Dr. Rizal Ramli @RamliRizalekonom senior tersebut, mencuitkan:

    "I am glad that at last you cancelled the issuance of Pandemic or Recovery Bonds. You have come to a right sense. Printing money in a corrupt state & poor governance is a worst policy choice...."

    Referensi: [rmolbisnis]
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini