• Jelajahi

    Copyright © Jakarta Report
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Ilmuwan Ingatkan Mutasi Virus Perburuk Gelombang Covid-19

    14 Januari 2021, 08:04 WIB Last Updated 2021-01-14T01:04:08Z


    Virus corona yang ditetapkan sebagai pandemi global sejak awal tahun 2020 lalu terus bermutasi. Ilmuwan memperingatkan mutasi virus dapat semakin memperburuk gelombang Covid-19. 

    Kecemasan yang disebabkan pandemi virus corona di tahun lalu, telah memberikan rasa déjà vu yang kuat bagi peneliti pada awal tahun 2021 ini. Dunia sempat cemas, saat satu negara, China, menghadapi teror wabah misterius dan mencoba mengurangi risiko dampaknya bagi semua orang. 

    Kali ini, di penghujung tahun 2020, kemunculan mutasi virus corona baru dari SARS-CoV-2 di Inggris telah memberikan ancaman baru. Memberikan kecemasan yang sama, namun kali ini varian baru virus SARS-CoV-2 ini menyebar dengan sangat cepat, berawal di tenggara Inggris.

    Dampak evolusi virus corona 

    Varian yang disebut B.1.1.7 pertama kali menarik perhatian para ilmuwan pada awal Desember 2020 lalu. Dengan cepat varian ini telah menggantikan varian virus sebelumnya, dan kemungkinan virus baru tersebut menjadi pertanda fase pandemi baru yang sangat berbahaya. 

    "Satu kekhawatiran bahwa B.1.1.7 sekarang ini akan menjadi varian global yang dominan dengan transmisi yang lebih tinggi dan itu dapat mendorong gelombang lain yang sangat buruk," kata Jeremy Farrar, ahli penyakit menular di Wellcome Trust, dikutip dari Science, Rabu (6/1/2020). 

    Menurut Farrar, saat ini kemungkinan dunia sedang memasuki fase yang tidak dapat diprediksi, sebagai akibat dari evolusi virus.

    Dampak dari kecemasan tersebut telah membuat banyak negara mempercepat otorisasi vaksin corona atau mendiskusikan rejimen dosis yang dapat melindungi lebih banyak orang dengan cepat. Akan tetapi, dengan munculnya varian baru virus corona di banyak negara, para ilmuwan meminta agar pemerintah dapat lebih memperkuat langkah-langkah pengendalian pandemi ini. 

    Penyebaran virus baru membuat Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengumumkan lockdown ketat pada 4 Januari lalu, termasuk menutup sekolah dan meminta masyarakat untuk tidak keluar rumah, kecuali sangat mendesak. Kendati demikian, langkah pembatasan ketat seperti yang dilakukan Inggris masih ragu untuk dilakukan oleh sejumlah negara.

    "Saya sangat berharap kali ini, kita dapat mengenali bahwa ini adalah pertanda awal, dan ini adalah kesempatan kita dapat lebih cepat menghadapi varian ini," kata ahli virologi Emma Hodcroft dari University of Basel. Kendati Boris Johnson telah menyampaikan bahwa varian baru SARS-CoV-2 ini 50-70 persen lebih menular, namun para ilmuwan tetap berhati-hati dalam menunjukkan ketidakpastian tersebut. 

    Sejak sebulan terakhir, kasus Covid-19 di Inggris telah melonjak, tetapi peningkatan di setiap negara tidak sama, sehingga tingkat lockdown atau pembatasan yang dilakukan berbeda. "Skenario (lockdown) yang kompleks, yang menyulitkan dalam menentukan efek dari varian baru virus corona ini," kata ahli biologi evolusi Oliver Pybus dari University of Oxford. Sudah cukup banyak bukti terkait mutasi virus B.1.1.7, termasuk delapan mutasi pada protein spike pada virus ini.

    "Kami mengandalkan beberapa sumber bukti yang mengarah ke arah yang sama sekarang," kata Adam Kucharski, pemodel dari London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dalam salah satu model analisis yang dilakukan Public Health England menunjukkan bahwa sekitar 15 persen kontak orang yang terinfeksi mutasi virus baru B.1.1.7 di Inggris, kemudian dites positif, dibandingkan dengan 10 persen kontak yang terinfeksi dengan varian lain.

    Jika negara lain telah mendeteksi B.1.1.7 juga melihat adanya lonjakan kasus Covid-19, maka itu menjadi bukti kuat bahwa varian baru virus corona ini sangatlah menular. Sejauh ini, tidak cukup bukti terkait varian virus baru SARS-CoV-2 yang dapat membuat orang menjadi lebih sakit.

    Kucharski mengatakan bahwa peningkatan penularan virus penyebab Covid-19 ini jauh lebih berbahaya daripada peningkatan patogenisitas akibat efeknya yang tumbuh secara eksponensial. "Jika Anda memiliki sesuatu yang dapat membunuh 1 persen orang, tetapi banyak sekali orang yang mendapatkannya. Maka itu, akan mengakibatkan lebih banyak kematian dibandingkan sesuatu yang didapat oleh sejumlah kecil orang tetapi potensi membunuh hanya 2 persen," jelas Kucharski. 

    Upaya turunkan jumlah reproduksi virus 

    Viola Priesemann, fisikawan di Max Planck Institute for Dynamics and Self-Organization menjelaskan bahwa apabila benar jumlah reproduksi (R) virus baru di Inggris diperkirakan meningkat antara 50-75 persen, maka mencegah penyebaran virus ini akan menjadi lebih sulit. "Di Jerman, Anda memerlukan dua pengukuran tambahan yang besar untuk menjaga jumlah reproduksi di bawah 1," kata Priesemann.

    Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah reproduksi dari varian baru virus corona ini? Priesemann mengungkapkan bahwa isolasi pasien, melacak, karantina dan menguji kontak mereka adalah salah satu bagian dari upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi R sekitar sekitar 2 menjadi sekitar 1. 

    Langkah tersebut seperti yang telah dilakukan di Jerman. Sayangnya, efek itu rusak saat jumlah kasus mencapai ambang kritis dan otoritas kesehatan masyarakat kewalahan. Artinya, bahwa tindakan keras untuk membantu menahan penyebaran varian baru virus ini sangat perlu dilakukan. 

    "Ini adalah alasan lain untuk mencari jumlah yang sangat rendah,” kata Priesemann.

    Dengan mengurangi infeksi secara tajam memiliki manfaat tambahan untuk mengurangi kemungkinan virus SARS-CoV-2 berkembang lebih jauh.

    Sementara itu, di Afrika Selatan, varian lain virus penyebab Covid-19 juga ditemukan, yang kemudian disebut dengan 501Y.V2. Farrar mengungkapkan bahwa varian baru virus corona ini juga memberikan kekhawatiran yang sama dengan varian virus B.1.1.7 di Inggris. 

    "Pada dasarnya ini adalah permainan angka. Semakin banyak virus yang beredar, maka semakin besar kemungkinan mutan harus muncul," kata Farrar. 

    Bahkan, bukan tidak mungkin dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menimbulkan mutasi virus yang dapat mengancam kemanjuran vaksin. 

    "Sungguh menyedihkan, dunia kembali seperti (pandemi) semula pada awal tahun 2020. Tapi kita hari menghentikan virus corona ini. Fatalisme bukanlah intervensi nonfarmasi," kata ahli epidemiologi dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, William Hanage. (kompas.com)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Palestina

    +