Anggota BPN Prabowo-Sandi, Ahmad Riza Patria, bahkan menuding Jokowi pro-asing karena pengambilalihan saham itu menggunakan dana asing.
"Ini kepentingan asing. Dibilang (pembelian saham Freeport) ini bukti tidak pro-asing, justru ini pro-asing karena dibayar menggunakan global bond (surat utang internasional)," kata Riza saat ditemui di Jakarta, Sabtu (22/12).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu mengatakan seharusnya Jokowi bisa menggunakan pendanaan nasional untuk hal itu.
Riza menyebut Jokowi bisa menggunakan anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN), penyertaan modal badan usaha milik negara (BUMN), surat utang dalam negeri (local bond), atau pun mobilisasi masyarakat untuk ramai-ramai membeli saham Freeport."Itu prinsipnya kalau presiden yang dipercaya oleh rakyat. Kalau yang dipercaya asing seperti ini ya untuk kepentingan asing saja," ucapnya.
Sebelumnya, Jokowi mengumumkan pengambilalihan mayoritas saham Freeport oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Inalum membayar US$3,85 miliar atau sekitar Rp56 triliun kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto untuk itu.
Meski memiliki saham mayoritas, Pemerintah Indonesia masih menyerahkan pengelolaan kepada Freeport McMoran.
"Saya sangat yakin engineer Indonesia bisa, hanya kita perlu belajar, suatu hari saya yakin alumni kita bisa. Cuma perlu belajar dari McMoran sebagai best proven operator underground mining (pengelola terbaik tambang bawah tanah)," kata Direktur Utama Inalum Budi Gunadi, Jumat (21/12).
Guna membiayai akuisisi Freeport, Inalum telah menerbitkan obligasi global sebesar US$4 miliar atau sekitar Rp58 triliun (kurs Rp14.500). Obligasi global ini diterbitkan dalam empat seri dengan pilihan tenor dari tiga sampai 30 tahun.
Penerbitan obligasi itu dilakukan pada bulan. Kini Inalum mengklaim sudah mengantongi US$4 miliar untuk dan siap menyelesaikan transaksi pengambilalihan 51 persen saham Freeport Indonesia. [cnnindonesia]