Sebagaimana dilansir Republika Online [ROL], berikut ini :
Sebuah kompleks yang terdiri dari beberapa bangunan, antara lain pabrik, gudang, dan asrama telah berdiri di Provinsi Xinjiang, Cina. Tembok tinggi dengan kawat berduri mengelilingi area tersebut dan puluhan petugas bersenjata berjaga di sekitarnya.
Pemerintah Cina menyebut kompleks tersebut sebagai pusat pelatihan kejuruan dan keterampilan. Sementara dunia internasional menganggapnya sebagai kamp interniran atau pengasingan.
Mayoritas penghuni kompleks tersebut adalah orang-orang Uighur dan Kazakh yang beragama Muslim. Mereka dipekerjakan Pemerintah Cina untuk memproduksi berbagai produk garmen, sepeti kaus dan seragam olahraga.
Gubernur Xinjiang Shohret Zahir mengatakan, orang-orang Uighur dan Kazakh yang tinggal di kompleks tersebut dibina untuk diasah keterampilannya.
"Kami akan mencoba mencapai hubungan yang mulus antara pengajaran sekolah dan pekerjaan sosial, sehingga setelah menyelesaikan program, mereka dapat menemukan pekerjaan serta kehidupan yang berkecukupan," katanya dalam sebuah wawancara dengan media Pemerintah Cina.
Otoritas Cina mengatakan kehadiran pusat pelatihan kejuruan itu penting guna menghapus kemiskinan di Xinjiang. Mereka mengklaim bahwa para peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan kejuruan.
Namun, mantan penghuni pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang mengutarakan hal yang berbeda dengan klaim Pemerintah Cina. Mereka mengaku dipaksa untuk bekerja di pabrik tanpa diberi pilihan apa pun. Bahkan yang memiliki keahlian khusus, dituntut untuk melakukan pekerjaan kasar.
Elyar, seorang mantan reporter televisi Xinjiang yang sempat menghuni pusat kejuruan tersebut mengungkapkan, mereka yang bekerja tak mendapat upah. "Kamp itu tidak membayar uang apa pun, tidak satu sen pun," katanya.
"Bahkan untuk kebutuhan, seperti hal untuk mandi atau tidur di malam hari, mereka akan memanggil keluarga kami di luar agar mereka membayarnya," ungkap Elyar.
Keterangan lainnya diungkapkan Kairat Samarkan, seorang warga negara Kazakhstan yang juga pernah menghuni pusat kejuruan di Xinjiang. "Mereka tidak mengajari saya apa pun. Mereka mencuci otak saya, mencoba membuat kita percaya betapa hebatnya Cina, seberapa kuatnya negara itu, bagaimana mengembangkan ekonominya," ucap Samarkan.
Dia keluar dari pusat kejuruan di Xinjiang pada Februari lalu. Namun ia mengaku disiksa terlebih dulu menggunakan alat besi sebelum bisa pergi dari tempat tersebut.
Orynbek Koksebek, mantan penghuni lainnya, mengatakan sesaat sebelum dirinya keluar pada April lalu, direktur masuk ke kelasnya dan mengumumkan bahwa sebuah pabrik akan dibangun.
"Kami akan membuka pabrik, Anda akan bekerja. Kami akan mengajari Anda cara memasak, cara menjahit pakaian, cara memperbaiki mobil," kata Koksebek menirukan kata-kata yang diungkapkan direktur pusat kejuruan kala itu.
Nurbakyt Kaliaskar mengungkapkan putrinya Rezila Nulale (25 tahun) juga pernah menghuni pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang. Pada Agustus lalu, Nulale tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Bulan lalu Kaliaskar baru mengetahui bahwa Nulale menjalani program pelatihan dan bekerja di sebuah pabrik.
Menurut Kaliaskar putrinya adalah seorang sarjana dan bekerja sebagai praktisi periklanan di Urumqi, ibu kota Xinjiang. Dia digaji dengan sangat layak.
Oleh sebab itu, dia mengaku heran mengapa putrinya harus menjalani program pelatihan kejuruan. Terlebih dia mendapat kabar bahwa Nulale tak dibayar sama sekali.
"Mereka mengatakan mereka mengajarinya untuk menenun pakaian. Tapi masalahnya, dia berpendidikan dan memiliki pekerjaan. Apa gunanya pelatihan ini?" kata Kaliaskar.
Seorang sumber yang enggan diidentifikasi identitasnya mengatakan terdapat sekitar 10 ribu penghuni di kompleks tersebut. Sepuluh hingga dua puluh persen di antaranya dipekerjakan di pabrik dengan upah hanya separuh dibanding apa yang bisa mereka hasilkan sebelum menjadi penghuni di sana.
Dua tahun lalu, otoritas Cina melancarkan kampanye penahanan dan reedukasi di Xinjiang. Pengawasan terhadap etnis minoritas di san, termasuk Uighur, diperketat. Bila tampak terdapat kejanggalan, walaupun hanya sejengkal di antara penduduk, mereka akan ditarik ke kamp interniran.
Lembaga hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) telah menerbitkan laporan tentang situasi di Xinjiang. HRW menyebut terdapat sekitar 1 juta Muslim Uighur yang ditahan di kamp interniran.
Dunia internasional pun mulai menekan Cina. Saat Beijing menghadapi tekanan yang kian menajam, televisi pemerintah menyiarkan sebuah laporan berdurasi 15 menit yang membahas tentang pusat pendidikan dan pelatihan keterampilan di Xinjiang, Hotan selatan.
"Terorisme dan ekstremisme adalah musuh umum peradaban manusia," kata televisi Pemerintah Cina yang disiarkan pada Oktober lalu.
Cina selalu mengklaim bahwa Xinjiang rawan disusupi ideologi ekstremisme dan terorisme. Pembangunan pusat pelatihan kejuruan adalah upaya untuk menangkal hal tersebut.
Pada Senin lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying menuding berbagai media asing menerbitkan banyak laporan keliru perihal pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang. "Laporan-laporan itu sepenuhnya didasarkan pada bukti desas-desus atau dibuat dari udara tipis," ujarnya. [R]
Sebuah kompleks yang terdiri dari beberapa bangunan, antara lain pabrik, gudang, dan asrama telah berdiri di Provinsi Xinjiang, Cina. Tembok tinggi dengan kawat berduri mengelilingi area tersebut dan puluhan petugas bersenjata berjaga di sekitarnya.
Pemerintah Cina menyebut kompleks tersebut sebagai pusat pelatihan kejuruan dan keterampilan. Sementara dunia internasional menganggapnya sebagai kamp interniran atau pengasingan.
Mayoritas penghuni kompleks tersebut adalah orang-orang Uighur dan Kazakh yang beragama Muslim. Mereka dipekerjakan Pemerintah Cina untuk memproduksi berbagai produk garmen, sepeti kaus dan seragam olahraga.
Gubernur Xinjiang Shohret Zahir mengatakan, orang-orang Uighur dan Kazakh yang tinggal di kompleks tersebut dibina untuk diasah keterampilannya.
"Kami akan mencoba mencapai hubungan yang mulus antara pengajaran sekolah dan pekerjaan sosial, sehingga setelah menyelesaikan program, mereka dapat menemukan pekerjaan serta kehidupan yang berkecukupan," katanya dalam sebuah wawancara dengan media Pemerintah Cina.
Otoritas Cina mengatakan kehadiran pusat pelatihan kejuruan itu penting guna menghapus kemiskinan di Xinjiang. Mereka mengklaim bahwa para peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan kejuruan.
Namun, mantan penghuni pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang mengutarakan hal yang berbeda dengan klaim Pemerintah Cina. Mereka mengaku dipaksa untuk bekerja di pabrik tanpa diberi pilihan apa pun. Bahkan yang memiliki keahlian khusus, dituntut untuk melakukan pekerjaan kasar.
Elyar, seorang mantan reporter televisi Xinjiang yang sempat menghuni pusat kejuruan tersebut mengungkapkan, mereka yang bekerja tak mendapat upah. "Kamp itu tidak membayar uang apa pun, tidak satu sen pun," katanya.
"Bahkan untuk kebutuhan, seperti hal untuk mandi atau tidur di malam hari, mereka akan memanggil keluarga kami di luar agar mereka membayarnya," ungkap Elyar.
Keterangan lainnya diungkapkan Kairat Samarkan, seorang warga negara Kazakhstan yang juga pernah menghuni pusat kejuruan di Xinjiang. "Mereka tidak mengajari saya apa pun. Mereka mencuci otak saya, mencoba membuat kita percaya betapa hebatnya Cina, seberapa kuatnya negara itu, bagaimana mengembangkan ekonominya," ucap Samarkan.
Dia keluar dari pusat kejuruan di Xinjiang pada Februari lalu. Namun ia mengaku disiksa terlebih dulu menggunakan alat besi sebelum bisa pergi dari tempat tersebut.
Orynbek Koksebek, mantan penghuni lainnya, mengatakan sesaat sebelum dirinya keluar pada April lalu, direktur masuk ke kelasnya dan mengumumkan bahwa sebuah pabrik akan dibangun.
"Kami akan membuka pabrik, Anda akan bekerja. Kami akan mengajari Anda cara memasak, cara menjahit pakaian, cara memperbaiki mobil," kata Koksebek menirukan kata-kata yang diungkapkan direktur pusat kejuruan kala itu.
Nurbakyt Kaliaskar mengungkapkan putrinya Rezila Nulale (25 tahun) juga pernah menghuni pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang. Pada Agustus lalu, Nulale tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Bulan lalu Kaliaskar baru mengetahui bahwa Nulale menjalani program pelatihan dan bekerja di sebuah pabrik.
Menurut Kaliaskar putrinya adalah seorang sarjana dan bekerja sebagai praktisi periklanan di Urumqi, ibu kota Xinjiang. Dia digaji dengan sangat layak.
Oleh sebab itu, dia mengaku heran mengapa putrinya harus menjalani program pelatihan kejuruan. Terlebih dia mendapat kabar bahwa Nulale tak dibayar sama sekali.
"Mereka mengatakan mereka mengajarinya untuk menenun pakaian. Tapi masalahnya, dia berpendidikan dan memiliki pekerjaan. Apa gunanya pelatihan ini?" kata Kaliaskar.
Seorang sumber yang enggan diidentifikasi identitasnya mengatakan terdapat sekitar 10 ribu penghuni di kompleks tersebut. Sepuluh hingga dua puluh persen di antaranya dipekerjakan di pabrik dengan upah hanya separuh dibanding apa yang bisa mereka hasilkan sebelum menjadi penghuni di sana.
Dua tahun lalu, otoritas Cina melancarkan kampanye penahanan dan reedukasi di Xinjiang. Pengawasan terhadap etnis minoritas di san, termasuk Uighur, diperketat. Bila tampak terdapat kejanggalan, walaupun hanya sejengkal di antara penduduk, mereka akan ditarik ke kamp interniran.
Lembaga hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) telah menerbitkan laporan tentang situasi di Xinjiang. HRW menyebut terdapat sekitar 1 juta Muslim Uighur yang ditahan di kamp interniran.
Dunia internasional pun mulai menekan Cina. Saat Beijing menghadapi tekanan yang kian menajam, televisi pemerintah menyiarkan sebuah laporan berdurasi 15 menit yang membahas tentang pusat pendidikan dan pelatihan keterampilan di Xinjiang, Hotan selatan.
"Terorisme dan ekstremisme adalah musuh umum peradaban manusia," kata televisi Pemerintah Cina yang disiarkan pada Oktober lalu.
Cina selalu mengklaim bahwa Xinjiang rawan disusupi ideologi ekstremisme dan terorisme. Pembangunan pusat pelatihan kejuruan adalah upaya untuk menangkal hal tersebut.
Pada Senin lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying menuding berbagai media asing menerbitkan banyak laporan keliru perihal pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang. "Laporan-laporan itu sepenuhnya didasarkan pada bukti desas-desus atau dibuat dari udara tipis," ujarnya. [R]