• Jelajahi

    Copyright © Jakarta Report
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Mekanise Tsunami Palu Menjadi Perdebatan dalam Pertemuan Ilmiah American Geophysical Union

    15 Desember 2018, 12:22 WIB Last Updated 2019-10-24T13:02:08Z

    Tsunami di Teluk Palu menjadi bahasan utama di pertemuan ilmiah American Geophysical Union. Selain tibanya di pantai sangat cepat, mekanisme juga masih menjadi perdebatan.

    Tsunami yang melanda Teluk Palu dinilai sangat unik karena didahului gempa dengan mekanisme strike-slipe atau pergeseran dua bidang patahan secara horizontal. Gempa dengan mekanisme ini umumnya tidak memicu tsunami besar, tetapi di Palu ternyata gelombangnya tergolong tinggi dan merusak. Tsunami besar seperti di Aceh pada 2004 atau Pengandaran pada 2006 dipicu gempa dengan mekanisme sesar naik.

    “Survei batimetri yang kami lakukan membuktikan adanya penurunan di dasar laut setelah gempa. Temuan ini salah satu yang kami presentasikan di AGU (American Geophysical Union) kemarin”, kata Udrekh, perekayasa teknologi kebencanaan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) sebagaimana dilansir Koran Kompas, Sabtu, 15 Desember 2018, Halaman 13.

    Tujuh peneliti Indonesia memaparkan hasil kajian mereka terkait gempa dan tsunami Palu di forum ilmiah ini. Selain dari BPPT, ada juga peniliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

    Peneliti tsunami BPPT, Widjo Kongko, mengatakan pergeseran di dasar laut ini kemungkinan memiliki kemenerusan dengan yang ditemukan di daratan. “Survei tim di darat menemukan adanya pergeseran tanah di Kota Palu sekitar 6 meter. Sementara pergeseran vertical ada yang turun dan naik, mencapai 1 meter sampai 2 meter”, ujarnya.

    Menurut Widjo, pemaparan data terbaru dari para peneliti Indonesia ini ditunggu oleh para ilmuwan tsunami dari banyak Negara. “Bukan hanya untuk Indonesia, kajian tentang mekanisme Palu ini juga dibutuhkan secara global karena fenomena ini sangat langka dan bisa terjadi juga di tempat lain”.

    Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia, Gegar Prasetya, sebagaimana dilansir Koran Kompas, Sabtu, 15 Desember 2018, Halaman 13, menambahkan, selain mekanisme penurunan dasar laut, sebagian ilmuwan berpendapat bahwa tsunami Palu lebih disebabkan oleh longsor bawah laut.

    “Survei kami menemukan adanya sejumlah lokasi longsor bawah laut. Namun, masih ada yang meragukan karena kontribusi longsor biasanya bersifat lokal. Sampai sekarang belum ada konsesus, tetapi yang pasti semua sepakat, diperlukan survei seismik untuk mengetahui karakteristik patahan Palu-Koro di dalam Teluk palu”, ujarnya.

    Dengan belum bulatnya para ahli tentang mekanisme tsunami di Teluk Palu, kata Gregar, upaya mitigasinya ke depan juga belum bisa ditentukan dengan pasti. Oleh karena itu, Gregar Prasetya menyarankan ke pemerintah untuk tidak buru-buru menentukan rancangan dan penataan kawasan pesisir Teluk Palu, terutama dengan rencana pembangunan tanggul laut yang akan dibiayai dari Utang.

    Gregar Prasetya mengatakan, “Kalau bisa beri dulu kesempatan ilmuwan di Indonesia untuk bekerja memahami mekanismenya. Jangan buru-buru dengan pendekatan proyek. Keterlibatan kita di forum AGU (American Geophysical Union) ini menjadi bukti bahwa para peneliti Indonesia dihargai dan didengar di forum internasional. Jangan sampai justru pembangunan kembali Sulawesi Tengah mengabaikan aspek saintifik ini”, sebagaimana dilansir Koran Kompas, Sabtu, 15 Desember 2018, Halaman 13.



    Komentar

    Tampilkan

    Terkini