Sebanyak 66 ribu demonstran "rompi kuning" atau Yellow Vest meakukan unjuk rasa di Perancis pada Sabtu (15/12). Aksi yang dilakukan sejak 17 November itu tak hanya berpusat di Paris, melainkan juga di Toulouse, Bordeaux dan Saint-Etienne.
Berdasarkan laporan BBC News, massa "rompi kuning" berkumpul di Paris dan kota-kota lain untuk demonstrasi. Alih-alih mereda setelah seruan Macron, para demonstran justru menentang seruan Presiden Macron.
Seruan itu menyusul serangan Selasa (11/12) di pasar Natal Strasbourg. Kala itu, seorang pria bersenjata menewaskan empat orang.
Kendati demikian, pergerakan massa semakin berkurang. Massa di Paris pada Sabtu (14/12) hanya sekitar 2.000 orang, jauh berkurang dibandingkan massa sebanyak 10.000 pada pekan sebelumnya.
Secara keseluruhan, ada sekitar 33.500 massa yang melakukan aksi di Perancis yang terpusat di Paris, Bordeaux, Marseille, Lyon, Nantes, Toulouse dan kota lainnya. Sekitar 69 ribu polisi telah dimobilisasi di seluruh Perancis untuk mencegah terulangnya kekerasan pada minggu-minggu sebelumnya.
Di Paris, aparat kepolisian berjaga untuk menahan terjadinya bentrokan. Polisi juga menembakkan meriam air dan gas air mata pada Sabtu sore untuk membubarkan kelompok-kelompok pemrotes dalam bentrokan singkat di Champs-Elysees dan jalan-jalan di sekitarnya.
Gerakan Yellow Vest berawal dari protes masyarakat menentang kenaikan pajak bahan bakar. Namun, semakin lama isu yang dibawa semakin banyak, seperti juga reformasi pendidikan.
Selama hampir satu bulan, sebanyak tujuh orang meninggal dalam protes, yang terbaru dalam kecelakaan yang diakibatkan oleh blokade oleh demonstran pada Jumat (14/12).
Sebelumnya, Presiden Perancis Emmanuel Macron mengajak semua pihak untuk kembali tenang, setelah hampir sebulan warganya melakukan aksi dengan menggunakan rompi kuning atau Yellow Vest. Menurut dia, demonstrasi yang mengritik kebijakan pemerintahannya itu telah mencapai menyebabkan gangguan luas.
"Prancis butuh ketenangan, ketertiban, agar dapat kembali normal," kata Macron, berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan para pemimpin Uni Eropa di Brussels, seperti dilansir Reuters, Sabtu (15/12).
Gerakan 'rompi kuning' dimulai pada 17 November dengan protes di jalan-jalan. Masyarakat Perancis mengritik kebijakan kenaikan pajak bahan bakar yang dilakukan pemerintah. Dengan cepat, aksi itu menjadi mobilisasi yang lebih luas terhadap kebijakan ekonomi Macron. Aksi itu juga diwarnani tindakan vandalisme dan bentrokan massa aksi dengan aparat keamanan. [R]