Aksi unjuk rasa ribuan Umat Islam di Kedutaan Besar China di Jakarta yang dilakukan pada akhir Desember lalu dianggap memiliki peran penting bagi warga Muslim Uighur (Turkistan Timur) di Xinjiang, China.
Begitu disampaikan Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur, Seyit Tumturk saat berkunjung ke Jakarta akhir pekan ini. Dia mengatakan sangat berterima kasih atas aksi unjuk rasa yang diinisiasi oleh Persaudaraan Alumni 212 itu.
"Sebagaimana kita ketahui Turkistan Timur berada dalam penindasan oleh Pemerintah Komunis China. Itulah kedatangan kita ke Indonesia untuk berterima kasih," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Kesaksian dari Balik Penjara Uighur' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1).
Menurutnya, setelah adanya unjuk rasa besar-besaran di Kedutaan Besar China di kawasan Kuningan Jakarta Selatan akhir tahun lalu, pemerintah China segera bereaksi dengan memberikan klarifikasi.
"Kedutaan China langsung bereaksi, dan menjelaskan versi mereka," tandasnya.
Dijelaskannya, dalam klarifikasi resmi pihak Kedubes, pemerintah China memang membantah telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia atas jutaan Umat Islam di negaranya. Namun, jelasnya, saat itu PBB tidak lantas percaya dengan menerjunkan tim peneliti. Hasilnya, setidaknya ada satu juta Muslim Uighur yang ditahan pemeritah China.
"Dan PBB mendesak untuk China mengakui, dan China pun mengakuinya," imbuhnya.
"Dalam hitungan PBB mengerluarkan angka tahanan adalah satu juta, akan tetapi menurut kita, data kita, jumlahnya (mencapai) tiga hingga lima juta orang," tandasnya. [rmol]
Begitu disampaikan Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur, Seyit Tumturk saat berkunjung ke Jakarta akhir pekan ini. Dia mengatakan sangat berterima kasih atas aksi unjuk rasa yang diinisiasi oleh Persaudaraan Alumni 212 itu.
"Sebagaimana kita ketahui Turkistan Timur berada dalam penindasan oleh Pemerintah Komunis China. Itulah kedatangan kita ke Indonesia untuk berterima kasih," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Kesaksian dari Balik Penjara Uighur' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1).
Menurutnya, setelah adanya unjuk rasa besar-besaran di Kedutaan Besar China di kawasan Kuningan Jakarta Selatan akhir tahun lalu, pemerintah China segera bereaksi dengan memberikan klarifikasi.
"Kedutaan China langsung bereaksi, dan menjelaskan versi mereka," tandasnya.
Dijelaskannya, dalam klarifikasi resmi pihak Kedubes, pemerintah China memang membantah telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia atas jutaan Umat Islam di negaranya. Namun, jelasnya, saat itu PBB tidak lantas percaya dengan menerjunkan tim peneliti. Hasilnya, setidaknya ada satu juta Muslim Uighur yang ditahan pemeritah China.
"Dan PBB mendesak untuk China mengakui, dan China pun mengakuinya," imbuhnya.
"Dalam hitungan PBB mengerluarkan angka tahanan adalah satu juta, akan tetapi menurut kita, data kita, jumlahnya (mencapai) tiga hingga lima juta orang," tandasnya. [rmol]