• Jelajahi

    Copyright © Jakarta Report
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Rizal Ramli Minta KPU Diaudit Forensik: Wasit Pemilu Tidak Adil

    01 Mei 2019, 16:07 WIB Last Updated 2019-10-24T13:01:32Z
    Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyampaikan kekecewaannya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019. Rizal menilai KPU selaku ‘wasit’ penyelenggaraan pemilu bersikap tidak profesional.

    “Saya ingin katakan, saya perhatikan wasitnya sudah enggak adil, bagaimana bisa menghasilkan hasil pemilu yang jujur dan adil,” kata Rizal usai menghadiri perayaan hari buruh di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Rabu (1/5).

    Rizal lalu menyinggung banyaknya kesalahan data Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) ke dalam web KPU. Padahal, menurut Rizal, sistem yang dibangun KPU itu menelan anggaran yang cukup mahal. 
    “Sederhananya, sistem komputer itu di KPU ada yang namanya front end bagian depan. Kalau salah angka, salah masukkin data, otomatis ditolak, nah, berbagai kecurangan ini bisa terjadi di back end di belakangnya, bisa diatur kapan dulu masuknya, Jawa Tengah dulu masuknya, bisa diatur ini dikurangi, ini ditambahkan,” jelas Rizal.

    “Bayangin, anggaran Rp 25 T sistem komputernya betul-betul amatiran dan KPU betul betul jemawa sekali,” sambungnya lagi.

    Ketidakprofesionalan KPU, kata Rizal, juga terjadi ketika KPU mengkoreksi data-data yang salah input tersebut. Oleh karenanya, Rizal menyarankan KPU segera diaudit secara forensik.

    “Kejahatan, kecurangan ini banyak sekali dilaporkan, tapi KPU tidak melakukan tindakan-tindakan yang profesional melakukan koreksi,” kata Rizal.

    “Nah oleh karena itu kami minta agar sistem KPU dilakukan audit forensik. Sehingga bisa diketahui siapa yang melakukan instruksi, siapa yang mengatur meski begini hasilnya, supaya rakyat kita betul merasa nyaman, pemilu ini jujur dan adil,” ujarnya lagi.

    Rizal mengingatkan siapapun yang melakukan kecurangan dalam pemilu dapat dijerat dengan hukuman penjara dan denda.

    “Barang siapa yang melakukan perbuatan satu suara pemilih saja menjadi tidak sah dan tidak bisa digunakan karena berbagai alasan bisa dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48 juta,” tutup Rizal. (kumparan)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini