PKS itu...menyimpan kontradiksi yang banyak sekali...tetapi kader dilarang membahas kontradiksi itu...sampai fiksi nampak rasional dan bahkan yang salah menjadi benar...satu2nya yg bisa membuatnya sadar hanyalah keputusan pengadilan yg tak mau dilaksanakan sukarela
Melakukan perbuatan melawan hukum lalu digugat dan kalah di pengadilan pada semua tingkatan sampai inkracht di Mahkamah Agung itulah satu2nya realitas yang bisa menyadarkan fiksi yang dikembangkan PKS. Saya katakan ini bukan semata karena saya korban, tapi banyak yg diam.
Partai politik seperti PKS harus terus bisa dipaksa untuk melakukan hal yang benar di depan bangsanya, dalam hukum, pemerintahan dan etika. Sebab mereka adalah lembaga yang memaksa rakyat untuk percaya bahwa parpol akan memikul amanah bangsa. Bahaya jika tidak amanah.
Bagaimana sebuah partai politik yg dihukum karena melakukan berbagai pelanggaran hukum dan HAM, dapat merasa tidak ada yg salah dan semuanya baik2 saja? Sementara korban yg dianiaya didiamkan saja seperti tidak punya hak yg harus dijaga? Apakah negara bisa aman di tangan mereka?
Pimpinan PKS boleh saja memutar cerita kegagalan yang dikisahkan sebagai sukses. Partai pecah, propinsi2 dalam kendali lepas (Jabar, Malut, Sumut,..dll), amanat kader jadi wapres gagal, partai jadi rangking 7, pimpinan DPR dan alat kelengkapan yang lepas kendali...banyak lagi.
Tapi PKS tidak boleh dibiarkan menganggap peristiwa hukum negara adalah fiksi yang boleh diabaikan. Sebab dari begitu banyak pelanggaran yang dilakukan secara massif kepada banyak orang, saya ingin keputusan inkracht Mahkamah AGUNG tentang saya menjadi monumen keadilan.
Partai ini didirikan oleh para pendirinya dengan prinsip keadilan sebagai cermin sifat dan hukum Allah SWT yang menjaga alam semesta dalam keadilan dan keseimbangan. PKS harusnya sensitif dengan kezaliman. Tapi apa daya diskusi memang tidak dibolehkan, mencari keadilan dilarang.
Saya menyimpan daftar orang-orang yang dipecat secara sepihak tanpa surat, caranya? Tiba-tiba tidak lagi diundang rapat, tiba-tiba Keanggotaanya dicabut dan diturunkan hanya melalui SMS dan Washapp, atau tiba-tiba para kadernya tidak boleh lagi berhubungan dan berkomunikasi.
Kejadian seperti ini tidak boleh ada dlm parpol. Absolutisme dalam tubuh Parpol akibat berkembangnya kultur dan feodalisme membuat orang tidak berani berbeda pendapat apalagi dengan pimpinan. Tapi, bangsa ini tidak boleh membiarkan kejadian ini pindah ke ruang negara.
Kisah saya dengan PKS akan saya jadikan monumen modernisasi partai politik di masa depan. Dan akan saya katakan terus dan tak akan saya hentikan. Sebab modernisasi partai politik adalah syarat bagi kemajuan demokrasi dan kesejahteraan bangsa di manapun. Itu harus diperjuangkan.
Semoga ke depan, partai politik khususnya PKS berbenah. Kompetisi ini harus dimaknakan untuk kebaikan, demi sebuah bangsa dlm penantian. Sebuah bangsa yg rakyatnya ingin segera beradab dalam kemajuan dan maju dalam peradaban yg mulia. Sebagaimana cita2 pendiri bangsa. Semoga.
Sumber: Twitter Fahri Hamzah
Melakukan perbuatan melawan hukum lalu digugat dan kalah di pengadilan pada semua tingkatan sampai inkracht di Mahkamah Agung itulah satu2nya realitas yang bisa menyadarkan fiksi yang dikembangkan PKS. Saya katakan ini bukan semata karena saya korban, tapi banyak yg diam.
Partai politik seperti PKS harus terus bisa dipaksa untuk melakukan hal yang benar di depan bangsanya, dalam hukum, pemerintahan dan etika. Sebab mereka adalah lembaga yang memaksa rakyat untuk percaya bahwa parpol akan memikul amanah bangsa. Bahaya jika tidak amanah.
Bagaimana sebuah partai politik yg dihukum karena melakukan berbagai pelanggaran hukum dan HAM, dapat merasa tidak ada yg salah dan semuanya baik2 saja? Sementara korban yg dianiaya didiamkan saja seperti tidak punya hak yg harus dijaga? Apakah negara bisa aman di tangan mereka?
Pimpinan PKS boleh saja memutar cerita kegagalan yang dikisahkan sebagai sukses. Partai pecah, propinsi2 dalam kendali lepas (Jabar, Malut, Sumut,..dll), amanat kader jadi wapres gagal, partai jadi rangking 7, pimpinan DPR dan alat kelengkapan yang lepas kendali...banyak lagi.
Tapi PKS tidak boleh dibiarkan menganggap peristiwa hukum negara adalah fiksi yang boleh diabaikan. Sebab dari begitu banyak pelanggaran yang dilakukan secara massif kepada banyak orang, saya ingin keputusan inkracht Mahkamah AGUNG tentang saya menjadi monumen keadilan.
Partai ini didirikan oleh para pendirinya dengan prinsip keadilan sebagai cermin sifat dan hukum Allah SWT yang menjaga alam semesta dalam keadilan dan keseimbangan. PKS harusnya sensitif dengan kezaliman. Tapi apa daya diskusi memang tidak dibolehkan, mencari keadilan dilarang.
Saya menyimpan daftar orang-orang yang dipecat secara sepihak tanpa surat, caranya? Tiba-tiba tidak lagi diundang rapat, tiba-tiba Keanggotaanya dicabut dan diturunkan hanya melalui SMS dan Washapp, atau tiba-tiba para kadernya tidak boleh lagi berhubungan dan berkomunikasi.
Kejadian seperti ini tidak boleh ada dlm parpol. Absolutisme dalam tubuh Parpol akibat berkembangnya kultur dan feodalisme membuat orang tidak berani berbeda pendapat apalagi dengan pimpinan. Tapi, bangsa ini tidak boleh membiarkan kejadian ini pindah ke ruang negara.
Kisah saya dengan PKS akan saya jadikan monumen modernisasi partai politik di masa depan. Dan akan saya katakan terus dan tak akan saya hentikan. Sebab modernisasi partai politik adalah syarat bagi kemajuan demokrasi dan kesejahteraan bangsa di manapun. Itu harus diperjuangkan.
Semoga ke depan, partai politik khususnya PKS berbenah. Kompetisi ini harus dimaknakan untuk kebaikan, demi sebuah bangsa dlm penantian. Sebuah bangsa yg rakyatnya ingin segera beradab dalam kemajuan dan maju dalam peradaban yg mulia. Sebagaimana cita2 pendiri bangsa. Semoga.
Semoga ke depan, partai politik khususnya PKS berbenah. Kompetisi ini harus dimaknakan untuk kebaikan, demi sebuah bangsa dlm penantian. Sebuah bangsa yg rakyatnya ingin segera beradab dalam kemajuan dan maju dalam peradaban yg mulia. Sebagaimana cita2 pendiri bangsa. Semoga.— #ArahBaru2019 (@Fahrihamzah) November 14, 2019
Sumber: Twitter Fahri Hamzah