Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan bentuk sikap otoriter pemerintah. Ini adalah aturan yang dirumuskan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Bima juga menyebut RUU itu berbahaya. Sebab mengandung banyak aturan yang merugikan, terutama untuk pemerintah daerah. Hal ini diungkap Bima merujuk pada draf yang ia dapat.
"Saya melihat akhir-akhir ini, kecenderungan kembalinya watak otoriter itu ada. Walaupun justifikasinya untuk pembangunan yang efektif, tapi bahaya, banyak hal dikorbankan. Sebagai contoh, Omnibus Law," kata Bima dalam diskusi yang digelar Indo Barometer di Hotel Century Park, Jakarta, Minggu (16/2).
Bima menyebut ada dua hal yang ia soroti dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Pertama adalah aturan yang menyebut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) berhak memecat kepala daerah yang dinilai tidak menjalankan proyek strategis nasional. Dia menyebut hal itu bertentangan dengan semangat desentralisasi yang diusung sejak reformasi.
Hal lain yang dikritik Bima adalah penghapusan kewajiban para perusahaan untuk mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Menurutnya hal tersebut bisa mengurangi fungsi kontrol dari pemerintah daerah.
"Saya enggak tahu apakah ini kesengajaan, skenario, atau memang secara alamiah saja mengarah ke situ. Tapi pikiran-pikiran untuk mengejar investasi, pertumbuhan ekonomi, tidak boleh mengorbankan nilai-nilai demokrasi," tuturnya.
Dua aturan tersebut tercantum dalam draf RUU Omnibus Cipta Lapangan Kerja bulan November 2019. Dalam draf terbaru yang diterima CNNIndonesia.com, dua aturan itu tak lagi dicantumkan.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menjadi salah satu andalan pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi. Dia berniat merampingkan peraturan demi memperlancar investasi. Pemerintah menyatakan akan menyelaraskan 1.244 pasal dari 79 undang-undang ke dalam RUU Cipta Lapangan Kerja. [cnnindonesia.com]
Bima juga menyebut RUU itu berbahaya. Sebab mengandung banyak aturan yang merugikan, terutama untuk pemerintah daerah. Hal ini diungkap Bima merujuk pada draf yang ia dapat.
"Saya melihat akhir-akhir ini, kecenderungan kembalinya watak otoriter itu ada. Walaupun justifikasinya untuk pembangunan yang efektif, tapi bahaya, banyak hal dikorbankan. Sebagai contoh, Omnibus Law," kata Bima dalam diskusi yang digelar Indo Barometer di Hotel Century Park, Jakarta, Minggu (16/2).
Bima menyebut ada dua hal yang ia soroti dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Pertama adalah aturan yang menyebut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) berhak memecat kepala daerah yang dinilai tidak menjalankan proyek strategis nasional. Dia menyebut hal itu bertentangan dengan semangat desentralisasi yang diusung sejak reformasi.
Hal lain yang dikritik Bima adalah penghapusan kewajiban para perusahaan untuk mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Menurutnya hal tersebut bisa mengurangi fungsi kontrol dari pemerintah daerah.
"Saya enggak tahu apakah ini kesengajaan, skenario, atau memang secara alamiah saja mengarah ke situ. Tapi pikiran-pikiran untuk mengejar investasi, pertumbuhan ekonomi, tidak boleh mengorbankan nilai-nilai demokrasi," tuturnya.
Dua aturan tersebut tercantum dalam draf RUU Omnibus Cipta Lapangan Kerja bulan November 2019. Dalam draf terbaru yang diterima CNNIndonesia.com, dua aturan itu tak lagi dicantumkan.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menjadi salah satu andalan pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi. Dia berniat merampingkan peraturan demi memperlancar investasi. Pemerintah menyatakan akan menyelaraskan 1.244 pasal dari 79 undang-undang ke dalam RUU Cipta Lapangan Kerja. [cnnindonesia.com]