Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara menyatakan sudah meminta dukungan pusat untuk mengatasi virus Afrikan Swine Fever (ASF) yang menyebabkan lebih dari 47 ribu ekor babi mati.
"Pemprov Sumut sudah dan terus melakukan penanganan virus ASF pada babi. Dan bahkan sudah meminta bantuan pusat juga dalam pengendalian, penangan virus dan bahkan dampak ekonominya," ujar Sekda Provinsi Sumut, R Sabrina di Medan, Jumat (21/2).
Dia menyebutkan, serangan Virus ASF pada babi di Sumut yang dimulai akhir September 2019 itu sudah menyebar hingga ke 21 daerah dari 33 kabupaten/kota di Sumut.
Menurut data, sudah ada 47.143 ekor babi yang mati dari total 1,224.951 ekor populasi babi di daerah itu.
"Virus ASF itu hanya menyerang babi, dan virus itu masih hanya ada di Sumut," katanya.
Pemprov mengajukan bantuan ke pusat karena hingga kini belum ada vaksin untuk mengatasi ASF.
"Permintaan Sumut itu direspons positif Mentan Syahrul Yasin Limpo," katanya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat di Serdangbedagai, menegaskan pemerintah pusat mendukung pengendalian dan penanggulangan virus ASF pada ternak babi di Sumut, termasuk upaya pemulihan ekonomi para peternak.
Pada pekan lalu, peternak babi di Sumut menggelar aksi #SaveBabi di depan gedung DPRD Medan, sementara peternak di Bali menuntut kebijakan khusus pemerintah.
Mereka meminta pemerintah di kabupaten dan kota mengambil alih penjualan produksi atau dengan kata lain memborong babi.
ASF sendiri merupakan penyakit pendarahan yang sangat menular pada babi domestik dan liar.
Pada umumnya, penyebaran ASF karena kontak langsung dengan babi liar atau babi lain yang terinfeksi.
Pada umumnya babi yang terinfeksi ASF mengalami demam tinggi, depresi, anoreksia dan kehilangan nafsu makan, perdarahan pada kulit (kemerahan pada telinga, perut dan kaki), sianosis, muntah, hingga diare.
Babi yang terjangkit ASF biasanya mati 6-20 hari kemudian dan hingga saat ini belum ditemukan vaksinnya. [cnnindonesia.com]
"Pemprov Sumut sudah dan terus melakukan penanganan virus ASF pada babi. Dan bahkan sudah meminta bantuan pusat juga dalam pengendalian, penangan virus dan bahkan dampak ekonominya," ujar Sekda Provinsi Sumut, R Sabrina di Medan, Jumat (21/2).
Dia menyebutkan, serangan Virus ASF pada babi di Sumut yang dimulai akhir September 2019 itu sudah menyebar hingga ke 21 daerah dari 33 kabupaten/kota di Sumut.
Menurut data, sudah ada 47.143 ekor babi yang mati dari total 1,224.951 ekor populasi babi di daerah itu.
"Virus ASF itu hanya menyerang babi, dan virus itu masih hanya ada di Sumut," katanya.
Pemprov mengajukan bantuan ke pusat karena hingga kini belum ada vaksin untuk mengatasi ASF.
"Permintaan Sumut itu direspons positif Mentan Syahrul Yasin Limpo," katanya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat di Serdangbedagai, menegaskan pemerintah pusat mendukung pengendalian dan penanggulangan virus ASF pada ternak babi di Sumut, termasuk upaya pemulihan ekonomi para peternak.
Pada pekan lalu, peternak babi di Sumut menggelar aksi #SaveBabi di depan gedung DPRD Medan, sementara peternak di Bali menuntut kebijakan khusus pemerintah.
Mereka meminta pemerintah di kabupaten dan kota mengambil alih penjualan produksi atau dengan kata lain memborong babi.
ASF sendiri merupakan penyakit pendarahan yang sangat menular pada babi domestik dan liar.
Pada umumnya, penyebaran ASF karena kontak langsung dengan babi liar atau babi lain yang terinfeksi.
Pada umumnya babi yang terinfeksi ASF mengalami demam tinggi, depresi, anoreksia dan kehilangan nafsu makan, perdarahan pada kulit (kemerahan pada telinga, perut dan kaki), sianosis, muntah, hingga diare.
Babi yang terjangkit ASF biasanya mati 6-20 hari kemudian dan hingga saat ini belum ditemukan vaksinnya. [cnnindonesia.com]