Kabar mengagetkan datang dari Canberra, Australia, tepat saat Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke negeri kanguru. Melalui sebuah siaran pers, salah satu aktivis dan pengacara HAM, Veronica Koman mengaku menyerahkan data tahanan politik dan korban tewas Papua kepada Presiden Joko Widodo. Data diserahkan pada Senin (10/2).
“Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," tulis Veronica.
Dia juga mengaku telah menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian Dalam pesannya, Veronica Koman mendesak agar pemerintah Australia turut membahas pelanggaran HAM di Papua dengan Presiden Jokowi.
Kritik atas pernyataan Veronica Koman ini disampaikan Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule. Menurutnya, jika ada pertemuan antara Joko Widodo dan Veronica Koman, maka hal tersebut merupakan preseden buruk.
Ini mengingat status Veronica Koman yang pernah ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) “Kalau ini benar Koman ketemu Jokowi, maka ini merupakan preseden buruk bagi institusi penegak hukum karena Koman adalah tersangka kerusuhan Papua dan masuk dalam daftar pencarian orang,” tegasnya.
Menurut Iwan Sumule, jika konsisten, maka seharusnya Veronica Koman ditangkap saat terlihat hendak bertemu Jokowi. “Mosok presiden ketemu DPO negara?” tutupnya. Pada September 2019, Polda Surabaya telah menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka dan masuk dalam DPO. Penetapan ini berkaitan dengan insiden di asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan nomor 10, Surabaya, pada 16 Agustus 2019.
Penetapan DPO tersebut dikeluarkan lantaran Veronica Koman mangkir dari tiga kali jadwal pemeriksaan sebagai tersangka. [rmol]
“Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," tulis Veronica.
Dia juga mengaku telah menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian Dalam pesannya, Veronica Koman mendesak agar pemerintah Australia turut membahas pelanggaran HAM di Papua dengan Presiden Jokowi.
Kritik atas pernyataan Veronica Koman ini disampaikan Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule. Menurutnya, jika ada pertemuan antara Joko Widodo dan Veronica Koman, maka hal tersebut merupakan preseden buruk.
Ini mengingat status Veronica Koman yang pernah ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) “Kalau ini benar Koman ketemu Jokowi, maka ini merupakan preseden buruk bagi institusi penegak hukum karena Koman adalah tersangka kerusuhan Papua dan masuk dalam daftar pencarian orang,” tegasnya.
Menurut Iwan Sumule, jika konsisten, maka seharusnya Veronica Koman ditangkap saat terlihat hendak bertemu Jokowi. “Mosok presiden ketemu DPO negara?” tutupnya. Pada September 2019, Polda Surabaya telah menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka dan masuk dalam DPO. Penetapan ini berkaitan dengan insiden di asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan nomor 10, Surabaya, pada 16 Agustus 2019.
Penetapan DPO tersebut dikeluarkan lantaran Veronica Koman mangkir dari tiga kali jadwal pemeriksaan sebagai tersangka. [rmol]