Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membantah soal tudingan sejumlah menteri karena lepas tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta soal bansos untuk warga terdampak Covid-19. Ia menyatakan inisiatif bansos sudah tercetus sebelum pembatasan sosial berskala besar (PSBB) digulirkan pemerintah pusat.
Pernyataan itu sekaligus menjawab pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang menyatakan DKI meminta pusat membantu bansos.
"Kami sudah menerapkan pembatasan itu sebelumnya dan rakyat akan kesulitan pangan jika belum ada bansos pangan sejak PSBB diberlakukan. Sehingga, kami Pemprov DKI Jakarta telah membagikan bansos terlebih dulu untuk mengisi kekosongan itu," kata Anies, Kamis (7/5) malam.
Anies mengatakan, sebelum ada PSBB yang didahului distribusi bansos, Pemprov DKI Jakarta juga telah berinisiatif mengeluarkan seruan gubernur untuk berkegiatan, bekerja, dan belajar di rumah sejak 16 Maret.
Dengan sejumlah pembatasan yang telah diterapkan di wilayah DKI Jakarta untuk menekan penyebaran Covid-19 sejak pertengahan Maret, akhirnya membuat perekonomian di Jakarta lesu. Karena itu, inisiatif distribusi sembako diambil untuk memastikan bisa terpenuhinya kebutuhan pokok pangan (sembako) warga miskin.
Hal ini dinilai Pemprov DKI harus dilakukan karena di satu sisi, dengan PSBB berlaku sejak 10 April, warga miskin dan rentan miskin adalah kelompok masyarakat yang paling terdampak atas situasi ini. Di sisi lain, pemerintah pusat baru mendistribusikan bansos pada 20 April 2020 kepada warga miskin dan rentan miskin yang terdampak Covid-19.
Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan pangan itu untuk menghindari munculnya kekurangan pangan yang bisa berdampak pada keresahan sosial. Pemprov DKI berinisiatif membagikan sembako itu dengan sesegera mungkin, yakni sehari sebelum dimulainya PSBB.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik juga menolak penilaian Anies lepas tanggung jawab mengenai bansos lanjutan bagi 1,1 juta warga Jakarta selama PSBB. Menurut Taufik, penilaian tersebut keliru. Justru Pemprov DKI termasuk yang lebih dulu memberikan bansos kepada warga terdampak Covid-19.
"Jadi, ceritanya musti diluruskan dulu. Sangat keliru kalau Anies dibilang lepas tanggung jawab soal pembagian bansos. Justru kami lebih dulu membagikan bansos," ujar Taufik, Jumat (8/5).
Ketua DPD Partai Gerindra Jakarta ini juga menilai, Pemprov DKI Jakarta yang paling siap menghadapi pandemi Covid-19 termasuk dalam menanggulangi dampaknya. Taufik meminta pemerintah pusat tak mempersoalkan adanya kesamaan data penerima bansos yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan Pemprov DKI.
Meski, sesungguhnya ada klaster-klaster tertentu yang membedakan penerima bansos pemprov dan Kemensos. Bahkan, di DKI dibedakan 3,6 juta tanggung jawab Kemensos dan 1,1 juta tanggung jawab Pemprov DKI.
"Saya kira enggak masalah kalau warga dapat bansos dua kali dari pemerintah pusat dan Pemprov DKI, dalam pekan yang berbeda," kata Taufik.
Utang Pemerintah Pusat
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono juga menyatakan, Pemprov DKI Jakarta tidak pernah kehabisan anggaran. Menurut dia, ada juga dana belanja tak terduga yang mencapai Rp 897 miliar. Sedangkan dana yang sudah digunakan untuk bansos tahap I sekitar Rp 179,4 miliar (Rp 149.500x1,2 juta kepala keluarga).
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga masih memiliki sumber dana lainnya untuk penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, yakni dari dana bagi hasil (DBH) pemerintah pusat. Karena itu, dia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati segera melunasi utang pemerintah pusat ke Pemprov DKI Jakarta itu.
"Saat ini, piutang DBH baru dicairkan separuh dari Menkeu. Harusnya piutang DBH pemprov lunasi dong, jangan cuma separuh. Ini di satu sisi kewajiban tak dipenuhi, tapi sisi lain terkesan malah memojokkan pemprov," ujar Mujiyono.
Politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 36/PMK.07/2020 tentang Penetapan Alokasi Sementara Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2019 dalam rangka penanganan Covid-19, Pemprov DKI Jakarta hanya mendapatkan dana bagi hasil Rp 2,56 triliun. Padahal, utang DBH tahun lalu ke DKI ini mencapai Rp 5,1 triliun. DBH tahun ini hingga kuartal II mencapai Rp 2,4 triliun.
"Jadi, total hutang Kemenkeu ke DKI itu Rp 7,5 triliun. Tapi baru terbayarkan Rp 2,56 triliun," ujar dia. Menurut dia, piutang Kemenkeu kepada Pemprov DKI yang masih hampir Rp 5 triliun itu bisa mencukupi kebutuhan warga miskin dan rentan miskin selama masa PSBB. (rol)
Pernyataan itu sekaligus menjawab pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang menyatakan DKI meminta pusat membantu bansos.
"Kami sudah menerapkan pembatasan itu sebelumnya dan rakyat akan kesulitan pangan jika belum ada bansos pangan sejak PSBB diberlakukan. Sehingga, kami Pemprov DKI Jakarta telah membagikan bansos terlebih dulu untuk mengisi kekosongan itu," kata Anies, Kamis (7/5) malam.
Anies mengatakan, sebelum ada PSBB yang didahului distribusi bansos, Pemprov DKI Jakarta juga telah berinisiatif mengeluarkan seruan gubernur untuk berkegiatan, bekerja, dan belajar di rumah sejak 16 Maret.
Dengan sejumlah pembatasan yang telah diterapkan di wilayah DKI Jakarta untuk menekan penyebaran Covid-19 sejak pertengahan Maret, akhirnya membuat perekonomian di Jakarta lesu. Karena itu, inisiatif distribusi sembako diambil untuk memastikan bisa terpenuhinya kebutuhan pokok pangan (sembako) warga miskin.
Hal ini dinilai Pemprov DKI harus dilakukan karena di satu sisi, dengan PSBB berlaku sejak 10 April, warga miskin dan rentan miskin adalah kelompok masyarakat yang paling terdampak atas situasi ini. Di sisi lain, pemerintah pusat baru mendistribusikan bansos pada 20 April 2020 kepada warga miskin dan rentan miskin yang terdampak Covid-19.
Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan pangan itu untuk menghindari munculnya kekurangan pangan yang bisa berdampak pada keresahan sosial. Pemprov DKI berinisiatif membagikan sembako itu dengan sesegera mungkin, yakni sehari sebelum dimulainya PSBB.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik juga menolak penilaian Anies lepas tanggung jawab mengenai bansos lanjutan bagi 1,1 juta warga Jakarta selama PSBB. Menurut Taufik, penilaian tersebut keliru. Justru Pemprov DKI termasuk yang lebih dulu memberikan bansos kepada warga terdampak Covid-19.
"Jadi, ceritanya musti diluruskan dulu. Sangat keliru kalau Anies dibilang lepas tanggung jawab soal pembagian bansos. Justru kami lebih dulu membagikan bansos," ujar Taufik, Jumat (8/5).
Ketua DPD Partai Gerindra Jakarta ini juga menilai, Pemprov DKI Jakarta yang paling siap menghadapi pandemi Covid-19 termasuk dalam menanggulangi dampaknya. Taufik meminta pemerintah pusat tak mempersoalkan adanya kesamaan data penerima bansos yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan Pemprov DKI.
Meski, sesungguhnya ada klaster-klaster tertentu yang membedakan penerima bansos pemprov dan Kemensos. Bahkan, di DKI dibedakan 3,6 juta tanggung jawab Kemensos dan 1,1 juta tanggung jawab Pemprov DKI.
"Saya kira enggak masalah kalau warga dapat bansos dua kali dari pemerintah pusat dan Pemprov DKI, dalam pekan yang berbeda," kata Taufik.
Utang Pemerintah Pusat
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono juga menyatakan, Pemprov DKI Jakarta tidak pernah kehabisan anggaran. Menurut dia, ada juga dana belanja tak terduga yang mencapai Rp 897 miliar. Sedangkan dana yang sudah digunakan untuk bansos tahap I sekitar Rp 179,4 miliar (Rp 149.500x1,2 juta kepala keluarga).
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga masih memiliki sumber dana lainnya untuk penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, yakni dari dana bagi hasil (DBH) pemerintah pusat. Karena itu, dia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati segera melunasi utang pemerintah pusat ke Pemprov DKI Jakarta itu.
"Saat ini, piutang DBH baru dicairkan separuh dari Menkeu. Harusnya piutang DBH pemprov lunasi dong, jangan cuma separuh. Ini di satu sisi kewajiban tak dipenuhi, tapi sisi lain terkesan malah memojokkan pemprov," ujar Mujiyono.
Politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 36/PMK.07/2020 tentang Penetapan Alokasi Sementara Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2019 dalam rangka penanganan Covid-19, Pemprov DKI Jakarta hanya mendapatkan dana bagi hasil Rp 2,56 triliun. Padahal, utang DBH tahun lalu ke DKI ini mencapai Rp 5,1 triliun. DBH tahun ini hingga kuartal II mencapai Rp 2,4 triliun.
"Jadi, total hutang Kemenkeu ke DKI itu Rp 7,5 triliun. Tapi baru terbayarkan Rp 2,56 triliun," ujar dia. Menurut dia, piutang Kemenkeu kepada Pemprov DKI yang masih hampir Rp 5 triliun itu bisa mencukupi kebutuhan warga miskin dan rentan miskin selama masa PSBB. (rol)