Ini adalah kisah tentang Muhammad Cheng. Dia masuk Islam pada 2005 setelah menjadi penyintas bencana tsunami.
Dikutip dari Aboutislam.net, Selasa (19/5), Cheng adalah keturunan China. Keluarganya telah tinggal di Aceh selama tiga generasi sampai saat ini.
Keluarganya adalah pedagang. Leluhurnya datang ke daerah yang Islami di Asia Tenggara ini untuk berdagang.
Di Aceh, mereka mendapatkan perlakuan yang baik. Pemerintah yang adil dan masyarakat ramah yang tidak mengganggu.
Keluarga Cheng menjaga tradisi kuno China untuk memuliakan dan menyembah leluhur. Cheng pun melakukan hal yang sama.
Sebelum membuka toko, dia biasanya memberikan persembahan kepada altar nenek moyang. Dia melakukan hal yang sama pada siang hari.
Toko Cheng sangat dekat dengan Masjid Agung Banda Aceh. Setiap hari dia mendengar panggilan adzan untuk sholat. Namun, tak sedikit pun olehnya terpikir menjadi seorang Mulsim. Sampai suatu peristiwa yang terjadi pagi hari tanggal 26 Desember 2004.
Dia baru saja akan membuka tokonya. Tidak ada tanda-tanda yang luar biasa di pagi itu, sama seperti pagi lainya.
Namun, dia merasakan sesuatu yang aneh. Burung-burung berhenti berkicau. Kucing yang biasanya menunggu di depan tokonya untuk mendapatkan sisa makanan tidak ada di sana. "Saya tidak begitu memperhatikan hal ini," katanya.
Namun, tiba-tiba ada suara gemuruh yang kuat dan keras. Dia berlari keluar. "Itu pasti gempa bumi," kata Cheng saat itu dalam hatinya. Orang lain juga keluar dari toko mereka, tetapi setelah beberapa menit mereka semua kembali ke dalam.
Namun, setelah beberapa saat, orang-orang berlari dan berteriak, “Air! Air laut datang!" Cheng bingung. Meskipun dia mengerti kata-katanya, dia tidak tahu apa maksudnya. Dia keluar lagi. Orang-orang histeris, berlari menuju masjid dan semuanya berteriak.
Cheng kemudian melihat air telah mengalir. Dia berlari untuk mengambil dupa. Dia ingin meminta bantuan leluhurnya. Namun, air dari laut terus mengalir di jalan menuju ke masjid.
Dia menjadi takut dan berlari ke atas. Dia menyaksikan tsunami dari balkon kecil. Air terlihat semakin banyak.
Mengangkat Masjid
Kemudian, Cheng melihat sesuatu yang sangat aneh. Ada pria jangkung mengenakan pakaian putih. Mereka membuat gerakan seperti polisi yang sedang mengatur lalu lintas. Mereka berdiri di berbagai tempat di depan Masjid Agung. Air mengikuti arahan mereka. Air membelah beberapa meter di depan masjid dan mengalir di sisi kanan dan kiri masjid.
Meskipun air yang datang lebih banyak, aliran air dari laut itu arahnya terus ke kota dan menuju masjid. Para pria berpakaian putih tidak lari seperti orang lain, sementara ratusan orang bergegas menuju masjid, berlari untuk menyelamatkan diri mereka.
Beberapa orang terjatuh dan terseret arus air. Cheng melihat semua ini dari balkonnya. Air yang datang semakin banyak. Namun, air tidak masuk ke dalam masjid. Orang-orang di masjid itu pun aman.
Lalu, tiba-tiba, lebih banyak pria berpakaian putih muncul dan mereka mengangkat masjid. Iya! Mereka mengangkat masjid, seluruh masjid. Tepat di atas tanah. Air menyembur di bawahnya. "Saya benar-benar terpana. Apa itu tadi?"
Cheng mengatakan, jika seseorang memberi tahunya apa yang dia lihat, dia tidak akan percaya padanya. "Tidak pernah! Tetapi saya melihatnya dengan mata kepala sendiri. Saya terjaga. Tuhan melindungi masjid ini," kata Cheng.
Beberapa pekan setelah bencana yang mengerikan ini, Cheng terdorong untuk menceritakan apa yang dia lihat kepada penjaga toko Muslim di sebelah tokonya. Dia menyarankan Cheng untuk menemui imam masjid. "Aku berjalan ke arah masjid dengan ragu-ragu," kata Cheng.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Cheng untuk memasuki kompleks masjid meskipun pada dasarnya dia telah tinggal di sebelahnya sepanjang hidupnya. Imam mengenali dirinya dari jauh dan keluar untuk menyambutnya. "Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, Paman?" kata imam menyambut Cheng dengan sopan.
"Saya perlu bicara dengan Anda," jawab Cheng.
Cheng duduk dan dia menceritakan seluruh kisahnya. Dia duduk diam, air mata mengalir dari matanya. Setelah Cheng selesai, mereka hanya berpelukan. Pelukan alami inilah yang dipertukarkan oleh orang-orang karena mereka mengalami pengalaman mengerikan yang sama.
Imam masjid berkata, "Paman, apa yang kamu lihat adalah malaikat Tuhan untuk mengikuti perintah-Nya. Tuhan ingin agar masjidnya tidak dihancurkan oleh tsunami yang menghancurkan ini. Paman, mungkin Tuhan ingin menunjukkan sesuatu kepada Anda untuk membawa Anda lebih dekat kepada-Nya. Karena Dia mencintaimu. Karena Dia melihat Anda adalah pria yang baik. Dia ingin memberi Anda kebahagiaan di dunia ini dan surga di akhirat. Apakah Anda ingin menjadi Muslim, Paman?"
Cheng kaget dengan pertanyaan imam. Hal itu membingungkannya. Bagaimana dia, seorang China, bisa menjadi Muslim? Sebagai orang China, Cheng memiliki tradisi, ritual, dan kepercayaan sendiri. Cheng mengucapkan terima kasih kepada imam dan pergi.
Kemudian, Cheng kembali ke tokonya. Dia menutup pintu hari itu dan hanya duduk diam di sudut. Berkali-kali dia melihat di depan mata adegan-adegan hari ketika tsunami melanda. Pria-pria itu berpakaian kain putih. Mengarahkan air. Mengangkat masjid. Malaikat Tuhan, seperti yang disebutkan imam masjid, melakukan pekerjaan-Nya.
"Dan saya diizinkan untuk menyaksikannya," kata Cheng.
Cheng kemudian tidak membuka tokonya selama dua hari. Dia hanya duduk di sana dan merenung.
Menjadi Muslim
Pada hari ketiga, seseorang mengetuk pintu toko Cheng. Itu adalah imam masjid yang mencari Cheng. Dia khawatir karena dia melihat toko Cheng tutup selama tiga hari dan itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Cheng kemudian memberi tahu imam. “Aku pikir Anda benar. Tuhan memberi saya tanda. Pertanda besar. Aku seharusnya tidak menjadi bodoh sekarang dan melupakan saja. Bisakah Anda memberi tahu saya cara menjadi seorang Muslim?" tanya Cheng kepada imam.
"Paman, sangat mudah," kata Imam.
"Anda hanya perlu melafalkan kalimat ini," kata Imam. Dia menunjukkan Cheng selembar kertas.
Sumber: Republika
Dikutip dari Aboutislam.net, Selasa (19/5), Cheng adalah keturunan China. Keluarganya telah tinggal di Aceh selama tiga generasi sampai saat ini.
Keluarganya adalah pedagang. Leluhurnya datang ke daerah yang Islami di Asia Tenggara ini untuk berdagang.
Di Aceh, mereka mendapatkan perlakuan yang baik. Pemerintah yang adil dan masyarakat ramah yang tidak mengganggu.
Keluarga Cheng menjaga tradisi kuno China untuk memuliakan dan menyembah leluhur. Cheng pun melakukan hal yang sama.
Sebelum membuka toko, dia biasanya memberikan persembahan kepada altar nenek moyang. Dia melakukan hal yang sama pada siang hari.
Toko Cheng sangat dekat dengan Masjid Agung Banda Aceh. Setiap hari dia mendengar panggilan adzan untuk sholat. Namun, tak sedikit pun olehnya terpikir menjadi seorang Mulsim. Sampai suatu peristiwa yang terjadi pagi hari tanggal 26 Desember 2004.
Dia baru saja akan membuka tokonya. Tidak ada tanda-tanda yang luar biasa di pagi itu, sama seperti pagi lainya.
Namun, dia merasakan sesuatu yang aneh. Burung-burung berhenti berkicau. Kucing yang biasanya menunggu di depan tokonya untuk mendapatkan sisa makanan tidak ada di sana. "Saya tidak begitu memperhatikan hal ini," katanya.
Namun, tiba-tiba ada suara gemuruh yang kuat dan keras. Dia berlari keluar. "Itu pasti gempa bumi," kata Cheng saat itu dalam hatinya. Orang lain juga keluar dari toko mereka, tetapi setelah beberapa menit mereka semua kembali ke dalam.
Namun, setelah beberapa saat, orang-orang berlari dan berteriak, “Air! Air laut datang!" Cheng bingung. Meskipun dia mengerti kata-katanya, dia tidak tahu apa maksudnya. Dia keluar lagi. Orang-orang histeris, berlari menuju masjid dan semuanya berteriak.
Cheng kemudian melihat air telah mengalir. Dia berlari untuk mengambil dupa. Dia ingin meminta bantuan leluhurnya. Namun, air dari laut terus mengalir di jalan menuju ke masjid.
Dia menjadi takut dan berlari ke atas. Dia menyaksikan tsunami dari balkon kecil. Air terlihat semakin banyak.
Mengangkat Masjid
Kemudian, Cheng melihat sesuatu yang sangat aneh. Ada pria jangkung mengenakan pakaian putih. Mereka membuat gerakan seperti polisi yang sedang mengatur lalu lintas. Mereka berdiri di berbagai tempat di depan Masjid Agung. Air mengikuti arahan mereka. Air membelah beberapa meter di depan masjid dan mengalir di sisi kanan dan kiri masjid.
Meskipun air yang datang lebih banyak, aliran air dari laut itu arahnya terus ke kota dan menuju masjid. Para pria berpakaian putih tidak lari seperti orang lain, sementara ratusan orang bergegas menuju masjid, berlari untuk menyelamatkan diri mereka.
Beberapa orang terjatuh dan terseret arus air. Cheng melihat semua ini dari balkonnya. Air yang datang semakin banyak. Namun, air tidak masuk ke dalam masjid. Orang-orang di masjid itu pun aman.
Lalu, tiba-tiba, lebih banyak pria berpakaian putih muncul dan mereka mengangkat masjid. Iya! Mereka mengangkat masjid, seluruh masjid. Tepat di atas tanah. Air menyembur di bawahnya. "Saya benar-benar terpana. Apa itu tadi?"
Cheng mengatakan, jika seseorang memberi tahunya apa yang dia lihat, dia tidak akan percaya padanya. "Tidak pernah! Tetapi saya melihatnya dengan mata kepala sendiri. Saya terjaga. Tuhan melindungi masjid ini," kata Cheng.
Beberapa pekan setelah bencana yang mengerikan ini, Cheng terdorong untuk menceritakan apa yang dia lihat kepada penjaga toko Muslim di sebelah tokonya. Dia menyarankan Cheng untuk menemui imam masjid. "Aku berjalan ke arah masjid dengan ragu-ragu," kata Cheng.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Cheng untuk memasuki kompleks masjid meskipun pada dasarnya dia telah tinggal di sebelahnya sepanjang hidupnya. Imam mengenali dirinya dari jauh dan keluar untuk menyambutnya. "Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, Paman?" kata imam menyambut Cheng dengan sopan.
"Saya perlu bicara dengan Anda," jawab Cheng.
Cheng duduk dan dia menceritakan seluruh kisahnya. Dia duduk diam, air mata mengalir dari matanya. Setelah Cheng selesai, mereka hanya berpelukan. Pelukan alami inilah yang dipertukarkan oleh orang-orang karena mereka mengalami pengalaman mengerikan yang sama.
Imam masjid berkata, "Paman, apa yang kamu lihat adalah malaikat Tuhan untuk mengikuti perintah-Nya. Tuhan ingin agar masjidnya tidak dihancurkan oleh tsunami yang menghancurkan ini. Paman, mungkin Tuhan ingin menunjukkan sesuatu kepada Anda untuk membawa Anda lebih dekat kepada-Nya. Karena Dia mencintaimu. Karena Dia melihat Anda adalah pria yang baik. Dia ingin memberi Anda kebahagiaan di dunia ini dan surga di akhirat. Apakah Anda ingin menjadi Muslim, Paman?"
Cheng kaget dengan pertanyaan imam. Hal itu membingungkannya. Bagaimana dia, seorang China, bisa menjadi Muslim? Sebagai orang China, Cheng memiliki tradisi, ritual, dan kepercayaan sendiri. Cheng mengucapkan terima kasih kepada imam dan pergi.
Kemudian, Cheng kembali ke tokonya. Dia menutup pintu hari itu dan hanya duduk diam di sudut. Berkali-kali dia melihat di depan mata adegan-adegan hari ketika tsunami melanda. Pria-pria itu berpakaian kain putih. Mengarahkan air. Mengangkat masjid. Malaikat Tuhan, seperti yang disebutkan imam masjid, melakukan pekerjaan-Nya.
"Dan saya diizinkan untuk menyaksikannya," kata Cheng.
Cheng kemudian tidak membuka tokonya selama dua hari. Dia hanya duduk di sana dan merenung.
Menjadi Muslim
Pada hari ketiga, seseorang mengetuk pintu toko Cheng. Itu adalah imam masjid yang mencari Cheng. Dia khawatir karena dia melihat toko Cheng tutup selama tiga hari dan itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Cheng kemudian memberi tahu imam. “Aku pikir Anda benar. Tuhan memberi saya tanda. Pertanda besar. Aku seharusnya tidak menjadi bodoh sekarang dan melupakan saja. Bisakah Anda memberi tahu saya cara menjadi seorang Muslim?" tanya Cheng kepada imam.
"Paman, sangat mudah," kata Imam.
"Anda hanya perlu melafalkan kalimat ini," kata Imam. Dia menunjukkan Cheng selembar kertas.
Sumber: Republika