Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Emil meminta pemerintah pusat membenahi data warga penerima bantuan sosial (bansos) yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19). Menurutnya, itu masalah yang harus lekas diperbaiki.
"BPS (Badan Pusat Statistik) punya survei sendiri, Kemensos punya survei sendiri, Kementerian Desa juga punya survei sendiri," kata Emil mengutip Antara, Kamis (7/5).
Jika pemerintah sendiri tidak memiliki basis data yang kuat dan padu, kata Emil, maka wajar jika data pemerintah pusat tidak sinkron dengan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Emil meminta pemerintah pusat membenahi masalah itu.
"Itu jadi salah satu masalah di Indonesia yaitu ketidaksinkronan data antara pusat dan daerah," kata Emil.
Emil juga menyinggung soal pembagian sembilan jenis bantuan kepada masyarakat di tengah pandemi virus corona. Mengenai hal itu, Emil mengatakan bahwa masyarakat menjadi bingung dan berpotensi terjadi kekacauan dalam penyaluran dana bansos.
Diketahui, ada sembilan jenis bantuan yang diberikan kepada warga Jabar, yakni bantuan untuk korban PHK, Kartu Sembako, Bansos Presiden Bodebek, Kartu Prakerja, Dana Desa, Bansos Tunai, Bansos Provinsi, Bansos Kabupaten/Kota dan Bantuan Makan atau Nasi Bungkus.
Masyarakat akan bingung, lanjut Emil, karena bantuan tidak datang secara bersamaan. Sementara pihak yang menjadi bulan-bulanan warga yang kecewa adalah Pemprov Jabar.
"Mereka (masyarakat) mengira bantuan itu satu pintu, padahal tanggung jawab kita cuma satu (Bantuan Pemprov Jabar), kepala desa protes ke kami, masalah ketidakadilan ini dampak dari tidak akuratnya data," kata Emil.
Sebelumnya, Emil juga meminta pemerintah pusat memberikan 38 juta warga Jawa Barat yang terdampak virus corona. Sejauh ini, pemerintah pusat hanya memberikan bansos kepada 9,4 juta warga Jabar.
"Jadi, bapak dan ibu, 2/3 rakyat Jawa Barat hari ini meminta tanggungan dari negara. Dari 9,4 juta jiwa sekarang lompat menjadi 38 juta jiwa," tuturnya saat menjadi pembicara di Webinar Seri 4 Institut Pembangunan Jawa Barat (Injabar) Universitas Padjadjaran dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (7/5).
Mantan wali kota Bandung itu menuturkan bahwa Provinsi Jabar memiliki jumlah penduduk yang besar. Namun anggaran yang diberikan pemerintah pusat lebih sedikit dibanding provinsi lain yang penduduknya lebih sedikit. Contohnya dana desa yang dibagikan berdasarkan jumlah desa, bukan jumlah penduduk.
"Jadi, ada ketidakadilan fiskal. Cara pemerintah pusat memberikan dana kepada daerah, proporsi penduduk itu tidak pernah dijadikan patokan. Dan terasanya itu pada saat Covid-19," kata Emil. [ci]
"BPS (Badan Pusat Statistik) punya survei sendiri, Kemensos punya survei sendiri, Kementerian Desa juga punya survei sendiri," kata Emil mengutip Antara, Kamis (7/5).
Jika pemerintah sendiri tidak memiliki basis data yang kuat dan padu, kata Emil, maka wajar jika data pemerintah pusat tidak sinkron dengan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Emil meminta pemerintah pusat membenahi masalah itu.
"Itu jadi salah satu masalah di Indonesia yaitu ketidaksinkronan data antara pusat dan daerah," kata Emil.
Emil juga menyinggung soal pembagian sembilan jenis bantuan kepada masyarakat di tengah pandemi virus corona. Mengenai hal itu, Emil mengatakan bahwa masyarakat menjadi bingung dan berpotensi terjadi kekacauan dalam penyaluran dana bansos.
Diketahui, ada sembilan jenis bantuan yang diberikan kepada warga Jabar, yakni bantuan untuk korban PHK, Kartu Sembako, Bansos Presiden Bodebek, Kartu Prakerja, Dana Desa, Bansos Tunai, Bansos Provinsi, Bansos Kabupaten/Kota dan Bantuan Makan atau Nasi Bungkus.
Masyarakat akan bingung, lanjut Emil, karena bantuan tidak datang secara bersamaan. Sementara pihak yang menjadi bulan-bulanan warga yang kecewa adalah Pemprov Jabar.
"Mereka (masyarakat) mengira bantuan itu satu pintu, padahal tanggung jawab kita cuma satu (Bantuan Pemprov Jabar), kepala desa protes ke kami, masalah ketidakadilan ini dampak dari tidak akuratnya data," kata Emil.
Sebelumnya, Emil juga meminta pemerintah pusat memberikan 38 juta warga Jawa Barat yang terdampak virus corona. Sejauh ini, pemerintah pusat hanya memberikan bansos kepada 9,4 juta warga Jabar.
"Jadi, bapak dan ibu, 2/3 rakyat Jawa Barat hari ini meminta tanggungan dari negara. Dari 9,4 juta jiwa sekarang lompat menjadi 38 juta jiwa," tuturnya saat menjadi pembicara di Webinar Seri 4 Institut Pembangunan Jawa Barat (Injabar) Universitas Padjadjaran dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (7/5).
Mantan wali kota Bandung itu menuturkan bahwa Provinsi Jabar memiliki jumlah penduduk yang besar. Namun anggaran yang diberikan pemerintah pusat lebih sedikit dibanding provinsi lain yang penduduknya lebih sedikit. Contohnya dana desa yang dibagikan berdasarkan jumlah desa, bukan jumlah penduduk.
"Jadi, ada ketidakadilan fiskal. Cara pemerintah pusat memberikan dana kepada daerah, proporsi penduduk itu tidak pernah dijadikan patokan. Dan terasanya itu pada saat Covid-19," kata Emil. [ci]