Imam Ahmad bin Hanbal, ulama yang menjadi pendiri Mazhab Hanbali hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah. Salah satu di antara peristiwa yang paling berpengaruh dalam sejarah kehidupan beliau adalah statemen kontroversial bahwa Al-Quran adalah makhluk. Di kalangan para ulama ahli sejarah peristiwa ini lebih dikenal dengan sebutan fitnah Khalqul Quran.
Khalifah yang berkuasa saat itu memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an sebagai makhluk, terutama para ulama. Pemahaman ini jelas mendapatkan penolakan keras oleh para ulama ahlus sunnah.
Ahlussunnah sepakat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tidak pernah berubah-rubah layaknya makhuk. Para ulama menolak pemikiran sang khalifah yang dipengaruhi oleh kelompok Mu’tazilah, tersebab itulah kemudian tidak sedikit di antara mereka yang mengalami siksaan. Salah satu kisah yang paling fenomenal dalam peristiwa ini adalah apa yang dialami oleh Imam Ahmad bin Hanbal.
Bagaimana bentuk siksaan yang diterima oleh imam Ahmad, mari kita simak bersama langsung penuturan beliau. Ahmad bin Hanbal mengisahkan, “Aku dihadapkan dengan khalifah Al-Mu’tashim dalam keadaan diborgol pakai rantai. Aku kesulitan dalam berjalan karena rantai-rantai itu. Akhirnya aku ikatkan di tali celana, aku bawa sendiri rantai-rantai itu tanpa seorang pun yang membantu. Allah memberiku keselamatan hingga kami tiba di kediaman Al-Mu’tashim.”
Al-Mu’tashim berkata, “Ahmad! Penuhilah permintaanku untuk menyatakan paham ini. Aku akan menjadikanmu orang dekatku dan kau bisa menginjakkan kaki di atas permadaniku.”
Imam Ahmad menyahut, “Wahai Amirul Mukminin, apakah mereka membawakan satu ayat Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah biar aku bisa memenuhi permintaan mereka.”
Saat mereka menyebut sejumlah atsar, Ahmad berhujah dengan sejumlah firman Allah Ta’ala, di antaranya:
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan kepada Musa, Allah berfirman langsung.” (An-Nisa`: 164)
Saat mereka tidak mampu mengalahkan hujah yang di sampaikan Ahmad bin Hanbal, mereka menyeret beliau dalam rantai belenggu yang hampir membuatnya jatuh. Ahmad bin Abu Duad, si menteri dan hakim itu kemudian menggunakan wibawa khalifah Al-Mu’tashim berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Orang ini kafir, sesat dan menyesatkan.”
Ishaq bin Ibrahim, gubernur Baghdad, berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah jika membebaskannya dari hukuman, sedangkan dua khalifah—Al-Ma’mun dan Al-Mu’tashim—telah menggenggamnya.”
Saat itulah khalifah Al-Mu’tashim berang dan tersulut amarah. Ia kemudian berkata kepada Imam Ahmad, “Semoga Allah melaknatmu! Aku berharap kau menerima saranku, tapi kau tetap tidak mau.”
“Tarik, lepaskan bajunya dan seretlah dia!” Kata Al-Mu’tashim.
Ahmad bin Hanbal menuturkan, “Aku kemudian ditarik, bajuku dilepas, dan aku pun diseret. Para algojo dan tukang cambuk didatangkan di hadapan mataku. Aku membawa bulu-bulu milik Rasulullah SAW yang aku ikatkan di dalam bajuku, lalu mereka melepaskan baju itu, aku kemudian berada di tengah-tengah para algojo, lalu kukatakan, ‘Wahai Amirul Mukminin!
(Takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada) Allah! Sesungguhnya, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan, ‘Tiada Ilah (yang berhak di ibadahi dengan sebenarnya) selain Allah.’ Jika mereka meng ucapkannya, mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan haknya. Dan perhitungan amal mereka sepenuhnya menjadi tanggungan Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Lalu kenapa kau halalkan darahku, sementara aku sama sekali tidak melakukan hal-hal itu? Wahai Amirul Mukminin! Ingatlah saat-saat kau berdiri di hadapan Allah, sebagaimana saat aku berdiri di hadapanmu.”
Sepertinya Al-Mu’tashim terdiam lantaran kata-kata itu. Namun, orangorang di sekitarnya terus saja menghasutnya, “Wahai Amirul Mukminin, dia orang sesat dan menyesatkan lagi kafir.”
Kemudian, ia memerintahku untuk berdiri di antara para algojo. Sebuah kursi disodorkan kepadaku, lalu aku duduk di atas kursi itu. Beberapa ada yang meyuruhku untuk memegang satu dari dua tongkat kayu, tapi aku tidak paham maksudnya, maka peganganku terlepas. Para tukang pukul didatangkan, salah satu di antara mereka kemudian mencabukku sebanyak dua kali. Al-Mu’tashim berkata kepadanya, “Pukul dengan kuat, semoga Allah memotong kedua tanganmu!”
Ali bin Abdullah Al-Qurasy menuturkan, “Saat Ahmad bin Hanbal didatangkan untuk dicambuk pada hari penyiksaan, bajunya dilepas dan ia hanya mengenakan celana panjang. Saat ia didera dengan cambukan, tali celananya terpelas. Ia kemudian menggerakkan kedua bibirnya seolah mengucapkan sesuatu.
Aku melihat ada dua tangan keluar dari bawah saat ia terus dicambuk, kedua tangan itu mengikatkan tali celananya. Mereka mencambuknya beberapa kali sampai ia pingsan berkali-kali. Saat cambukan dihentikan, ia sadar kembali.’
Orang-orang bertanya kepadanya, “Apa yang kau ucapkan saat tali celanamu terlepas?”
Imam Ahmad berkata, “Aku mengucapkan, ‘Wahai Rabb yang tiada siapa pun mengetahui ‘Arsy-Nya dan dimana ‘Arsy itu berada selain Dia! Jika aku berada di atas kebenaran, jangan Kau perlihatkan auratku.’ Inilah doa yang kuucapkan.”
Demikianlah keteguhan Imam Ahmad dalam membela kemulian kitab suci Al-Qur’an. Beliau rela disiksa berhari-hari hingga tali celananya hampir terlepas, tidak takut dengan cambukan para algojo yang terus memaksanya untuk mengakui Al-Qur’an sebagai makhluk. Bagi beliau, mengakui al-Qur’an sebagai makhluk sama saja dengan menyelewengkan atau menistakan al-quran.
Melaukan tauriyah atau bersiasat untuk menyembunyikan keyakinannya memang dibolehkan saat siksaan yang datang bertubi-tubi. Tapi itu bukanlah pilihan yang tepat, Karena umat sedang menyaksikan bagaimana seharusnya mereka meyakini tentang Al-Qur’an yang benar. Tersebab keteguhan inilah akhirnya para ulama menjuluki beliau sebagai Imam ahlus sunnah wal jamaah.
Penulis: Fakhruddin
Diringkas dari buku “Biografi Empat Imam Mazhab”, Karya Abdul Aziz Asy-Syinawi, Penerbit Beirut Publishing, Jakarta Timur [ps]