• Jelajahi

    Copyright © Jakarta Report
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Sejarah Kepahlawan Syaikhul Mujahidin Umar Mukhtar Sebelum Dihukum Gantung

    18 September 2020, 16:04 WIB Last Updated 2020-09-18T09:04:18Z


    16 September 89 tahun yg lalu, syaikhul mujahidin, Umar Mukhtar dihukum gantung oleh tentara penjajah Italy di umur 73 tahun. 

    Nasehat beliau yang paling terkenal: 

    “Kita tidak akan pernah menyerah

    Kita menang atau syahid”. Akhirnya beliau syahid setelah 20 tahun melawan penjajah.

    Suatu ketika pasukannya berkata: Italy memiliki pesawat tempur tapi kita tidak. 

    Umar: apakah pesawat tersebut terbang di atas Arasy Allah atau di bawahnya? 

    Pasukannya: di bawah. 

    Umar: Yang di atas Arasy bersama kita maka jangan takut pada yang di bawahnya.

    Para ulama Su’ berkumpul di hadadapan Mussolini dan mengeluarkan fatwa pembunuhan terhadapan Umar Mukhtar. Mereka semua telah tiada, tapi sejarah hanya mengenang satu nama, Umar mukhtar. Adapun ulama Su’ tersebut masuk tong sampah sejarah.



    Siapa Umar Mukhtar?

    Nama Umar Mukhtar cukup melegenda di kalangan umat Islam Libya. Bahkan, sejarah mencatatnya sebagai pejuang pemberani yang melawan penindasan kaum kolonial di bumi Libya.

    Profesi sebagai seorang pengajar sempat ia jalankan selama beberapa tahun sebelum tentara Italia benar-benar menancapkan kuku kekuasaan-Nya untuk menguasai Libya. Sejak itulah Umar, seorang guru, mengangkat senjata demi mengusir penjajah yang menduduki negeri dan menginjak-nginjak harga diri umat Islam Libya

    Kepiawaian Umar Mukhtar dalam memimpin pasukan membuat tentara Italia kewalahan menguasai Pantai Tripoli Libya yang secara de jure telah diserahkan Turki Utsmani melalui perjanjian damai bernama Lausanne kepada Pemerintah Italia. Melalui strategi Umar Mukhtarlah tentara Italia dapat dipukul mundur sehingga mengalami beberapa kali kekalahan yang sangat memalukan di mata dunia.

    Bagaimana tidak malu? Perang antara Libya-Italia di bawah kepemimpinan dari putra Mukhtar bin Umar itu dengan kekuatan tidak sebanding. Sampai muncul istilah bahwa perang tersebut ibarat perang Daud melawan Goliath.

    Italia bak Goliath yang mempersenjatai diri dengan alat perang canggih, seperti tank, pesawat tempur, hingga panser antipeluru, pada masa itu. Sementara, para mujahid Libya, ibarat Daud dengan senjata seadanya, senjata usang dan berkendaraan kuda. Belum lagi diukur dari jumlah pasukan. Sama sekali tak sebanding. 

    Kepiawaian Umar dalam memimpin pasukan membuat tentara Italia kewalahan menguasai Pantai Tripoli Libya yang secara de jure telah diserahkan Turki Ottoman kepada Italia melalui perjanjian damai Lausanne.  

    Serdadu Italia kewalahan sehingga mereka menjulukinya sebagai Singa Padang Pasir. Strategi-strategi Umar dalam mengonsolidasikan orang-orang Libya menjadi duri dalam daging bagi Italia, karena berkat kemampuannya dalam diplomasi mampu menyatukan suku-suku di Libya yang terpecah akibat adu domba Italia.

    Dalam laporan khususnya, majalah internasional Arab Affair menulis sepak terjang anggota Tarekat Sanusiyah yang perkasa itu. Bagi tentara Italia yang jauh lebih kuat dibandingkan persenjataan para perjuang Libya barang kali hanya sekelompok orang yang bersenjata tidak berarti.

    Namun, di bawah pimpinan Umar Mukhtar, para pejuang itu membuat Italia berperang tanpa akhir di padang pasir. Mereka datang bagai burung ababil yang membuat tentara Abrahah porak-poranda saat menyerang Ka'bah.    

    Syahid

    Akan tetapi, seperti dikisahkan dalam buku Orang-Orang Muslim Berjasa Besar Pada Dunia, setangguh apa pun pasukan yang dipimpin Umar, akhirnya mereka dipaksa mengakui kecanggihan peralatan tempur para penjajah. Akhirnya, ia tertangkap di Padang Koufra. Pemerintah Italia menjatuhkan hukuman mati bagi sang pejuang. Ia dihukum dan syahid di atas tiang gantungan dengan disaksikan ratusan pengikutnya pada 1932.

    Kesyahidan si Singa Padang Pasir tak mampu memadamkan gairah jihad para pengikutnya, bahkan semangat mereka semakin menggelora. Pada 31 Januari 1942, anak-anak muda Libya yang sedang studi di Kairo mendeklarasikan Jam'iyyah Umar Mukhtar dengan misi mencapai kemerdekaan Libya.

    Deklarasi itu juga berwujud pada perjuangan Tarekat Sanusiyah mendirikan negara independen setelah Perang Dunia II atas bantuan Inggris dan Soviet, serta mendapatkan pengakuan dari PBB. Dan, salah seorang cucu pendiri Tarekat Sanusiyah, Idris Sanusi, diangkat menjadi raja Libya pertama pada 1952 dengan nama Raja Idris I.N c62 ed: nashih nashrullah. 

    Besar Berkat Dedikasi Sang Ayah

    Tumbuh kembang Umar Mukhtar, tak terlepas dari didikan dan dedikasi yang besar dari kedua orang tua, terutama ayahandanya, Syekh Mukhtar bin Umar. Sang ayah memiliki keinginan kuat agar anak kesayangannya itu menjadi figur ulama yang mumpuni. Umar kecil disekolahkan ke lembaga pendidikan Jaghbub. Di sinilah ia banyak belajar agama dan menghafal Alquran. 

    Kepergian sang ayah menghadap Sang Khaliq sempat membuat Umar belia terpukul. Motivator sekaligus teladan kebanggaannya itu sangat berjasa besar mencetak kepribadian dan karakternya. Akhirnya, ia pun diasuh oleh Hussein al-Ghariani, sang paman dari jalur ayah. 

    Umar tetap melanjutkan pendidikan agamanya. Ia mendapat bimbingan dari Syekh Abd Akader Bodia, motivator dan guru menghafal Alquran. Selama masa belajar tersebut, banyak cerita-cerita keteladanan yang dicontohkan oleh Umar. Ia kerap menjalankan ritual yang jarang ditradisikan oleh anak sebayanya.  

    Umar tak pernah tidur lebih dari tiga jam sehari. Ia selalu bangun pada sepertiga malam untuk menunaikan shalat Tahajud dan dilanjutkan dengan membaca Alquran hingga fajar. Ia juga membiasakan mengkhatamkan Alquran dalam waktu tujuh hari.

    Pendidikan yang ditanamkan oleh sang ayah tetap terpatri, bahkan ketika ia menimba ilmu di Universitas Senussi di Jaghbub. Ia pun akhirnya mengajar di sejumlah lembaga pendidikan di Jabal Akhdar.

    Profesi sebagai seorang pengajar sempat ia jalankan selama beberapa tahun sebelum tentara Italia benar-benar menancapkan kuku kekuasaannya untuk menguasai Libya. Sejak itulah Umar, seorang guru, mengangkat senjata demi mengusir penjajah yang menduduki negeri dan menginjak-nginjak harga diri umat Islam Libya. [rol]

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini