Ahli hukum pidana Prof. Mudzakir yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang RS UMMI beberkan fakta hukum terkait dugaan menyiarkan berita bohong yang menjerat Rizieq Shihab. Mudzakir dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengatakan bahwa seseorang dikatakan menyiarkan sebuah berita setelah melakukan serangkaian proses penyuntingan sebelum akhirnya diputuskan untuk dipublikasikan atau tidak.
"Yang masuk dalam kata-kata menyiarkan adalah ada proses editingdan mengetahui tentang situasi sebenarnya baru kemudian disiarkan atau tidak disiarkan. Jadi kalau sudah ngerti ini ada fakta yang tidak ada, juga ada yang direkayasa terus disiarkan. Keputusan menyiarkan itu adalah namanya menyiarkan berita tidak benar," kata Mudzakir, Rabu (19/5).
Mudzakir kemudian mencontohkan ketika ada seseorang ditanya mengenai kondisi kesehatannya setelah melakukan tes usap antigen, lalu kemudian dijawab sehat karena merasa sehat. Maka hal tersebut bukan termasuk dalam kategori menyiarkan berita bohong.
"Kalau dihadapkan pada situasi saat itu sehat. Karena itu memang faktanya, berarti tidak bisa dikatakan bohong. Itu bukan menyiarkan tapi pernyataan. Orang membuat pernyataan itu, benar atau tidak benar harus didukung fakta," ujar Mudzakir.
Mudzakir juga mengatakan bahwa seseorang yang membuat sebuah pernyataan yang kemudian diunggah ke media sosial, hal itu bukan termasuk dalam kategori menyiarkan. "Karena bukan lembaga penyiaran. Media sosial itu membuat pernyataan dikutip saja, terus kadang-kadang ada yang menulis itu dimasukkan dalam media bahkan kadang tanpa proses editing. Jadi, jangan disamakan itu dengan siaran," jelasnya.
Dengan demikian, tegasnya, ketika ada yang membuat pernyataan di media sosial saat ditanya wartawan mengatakan sehat, itu adalah fakta. "Faktanya memang sehat, itu adalah sesuatu yang benar. Itu bukan bohong dan tidak bohong karena itu fakta hukum," sambung Mudzakir.
Sebelumnya dalam kasus tes usap RS UMMI, Rizieq Shihab didakwa menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menyebabkan keonaran. Kabar bohong ini terkait kondisi kesehatannya yang terkonfirmasi positif Covid-19 saat berada di RS UMMI Bogor, Jawa Barat. Semuanya bermula saat Rizieq Shihab menyurati MER-C pada 12 November 2020 yang berisi permintaan pendampingan pemeriksaan kesehatan.
Mer-C kemudian menunjuk dr. Hadiki untuk memeriksa Rizieq Shihab.Selanjutnya pada 23 November 2020, Hanif Alatas yang merupakan menantu terdakwa menghubungi dr. Hadiki yang ditunjuk MRE-C sebagai pendamping. Isi percakapan itu mengabarkan soal kondisi terdakwa yang mengalami keluhan kesehatan.dr. Hadiki kemudian meminta izin kepada Hanif Alatas untuk memeriksa kesehatan terdakwa.
Hasilnya, terdakwa Rizieq Shihab dan istrinya dinyatakan positif Covid-19 setelah melakukan tes usap antigen. Rizieq Shihab dan istrinya lantas dirawat di RS UMMI, Bogor pada 24 November 2020. Keduanya menjalani perawatan di kamar President Suite lantai 5 kamar nomor 502.
Kabar terdakwa Rizieq Shihab yang menjalani perawatan pun tersebar hingga membuat Dirut RS UMMI dr. Andi Tatat, memberikan pernyataan perihal kondisi Rizieq Shihab yang sehat pada 26 November 2020. Kemudian, terdakwa Hanif Alatas mengirimkan video yang berisi informasi kesehatan Rizieq Shihab yang baik-baik saja kepada Zulfikar melalui WhatsApp.
Video itu diunggah melalui YouTube RS UMMI Official pada 29 November 2020. Dua hari sebelumya, Kompas TV juga mengunggah video yang memperlihatkan Hanif Alatas menyebut Rizieq Shihab dalam kondisi sehat.
Selain itu, video tersebut juga memperlihatkan Rizieq tetap menerima tamu dan makan bersama di kamar rumah sakit. Dengan adanya video itu, jaksa menyebut terjadi keonaran. Sebab, Forum Masyarakat Padjajaran Bersatu (FMPB) menggelar aksi unjuk rasa pada 30 November 2020 karena mereka meyakini Rizieq Shihab masih positif Covid-19 tapi sudah keluar dari rumah sakit. Rizieq Shihab didakwa dengan pasal 14 ayat 1 UU Nomor UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana karena diduga menyebarkan berita bohong terkait hasil tes usap.
Sumber: REPUBLIKA