MANTAN Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yusril Ihza Mahendra menyatakan penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 bertentangan degan konstitusi. Jika ingin dipaksakan maka harus melakukan amendemen UUD 1945.
"Kalau pemilu memang harus ditunda karena alasan ekonomi dan pandemi, maka saya telah memberikan tiga jalan untuk mengatasinya. Jalan yang paling mungkin seperti telah saya bahas adalah amandemen terhadap Pasal 22E UUD 45.
Kalau itu dilakukan, maka keraguan Sekjen PDIP mengenai dasar hukum penundaan pemilu menjadi lebih jelas dan lebih kokoh," ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (27/2).
Ia mengatakan wacana penundaan pemilu didukung tiga Ketua Umum PKB, Golkar dan PAN yakninMuhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan (PAN). Padahal perhelatan di 2024 jadwalnya telah disepakati pemerintah, DPR dan KPU berlangsung pada 14 Februari 2024.
Alasan penundaan pemilu yang awalnya dilontarkan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia ini memang beragam, kata Yusrli.
Pertama, situasi perekonomian negara sedang sulit, utang menggunung, berapa biaya pemilu hingga kini belum dianggarkan dan sumbernya juga belum jelas dari mana.
Kedua, pandemi sedang merebak dan belum dapat diprediksi kapan akan berakhir. Ramai-ramai kampanye dan pencoblosan bisa membuat makin banyak rakyat yang terpapar.
Ketiga rakyat masih menghendaki Jokowi melanjutkan kepemimpinan. Bahkan, ada yang meminta diperpanjang tiga periode. "Sementara Jokowinya sendiri dalam berbagai kesempatan menyatakan tidak punya niat untuk menjabat tiga periode karena menyalahi konstitusi UUD 1945.
Terakhir, serbuan Rusia terhadap Ukraina juga dijadikan alasan, walau susah mencari kaitannya secara langsung dengan alasan penundaan pemilu," ujarnya.
Usulan penundaan pemilu berkaitan langsung dengan norma konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Pertama, pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diatur dalam konstitusi tepatnya Pasal 1 ayat 2, pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Pemilu itu untuk memilih anggota DPR dan DPD untuk membentuk MPR. Secara spesifik Pasal 22E UUD 1945 secara imperatif menyatakan bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Ketentuan-ketentuan di atas berkaitan erat dengan masa jabatan anggota DPR, DPRD, DPD, presiden dan wakil presiden. Setelah lima tahun sejak dilantik, masa jabatan penyelenggara negara tersebut berakhir dengan sendirinya," jelasnya.
"Jadi, jika Pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali," papar Yusril.
Sumber: Media Indonesia
Foto: detik.com