Semoga hidayah dan rahmat Allah tercurah untuk bapak sekeluarga
Salam Pak Yaqut. Perkenalkan saya Irene Radjiman. Dari nama saya mungkin bapak sudah bisa tahu bahwa saya bukan seorang muslim sejak lahir. Ya, saya terlahir dari keluarga Katolik. Irene itu nama baptis saya, Radjiman adalah nama ayah saya.
Saya menjadi mualaf setelah menikah. Alhamdulillah, Islam adalah keberuntungan terbesar dalam hidup saya selama ini.
Saya sudah menonton video bapak, termasuk klarifikasi dari bapak. Mohon maaf bila saya harus menulis surat terbuka, sebab selain saya tidak mungkin berjumpa langsung dengan bapak, tidak tahu juga kalau mengirim surat harus di alamatkan kemana, lagipula apa yang akan saya sampaikan ini juga bukanlah sesuatu yang rahasia. Berharap tulisan saya ini akan benar-benar sampai dan dibaca oleh bapak.
Dalam surat ini sebenarnya saya hanya mau curhat dengan bapak, menyampaikan apa yang saya rasa, dan mungkin juga dirasakan oleh banyak orang.
Sebelumnya saya ingin cerita dulu saat saya masih Katolik. Adzan itu dulu sering digunakan ayah saya untuk menumbuhkan rasa malu pada diri kami. Dimata saya, ayah saya ini seorang diktator, yang ia tahu hanyalah instruksi dan kepatuhan, tak bisa dibantah. Namun beliau sangat hormat dengan adzan. Setiap adzan subuh berkumandang, ayah saya langsung menggedor pintu kamar kami sambil berteriak
"Bangun! Bangun! itu orang Islam saja sudah bangun, kalian masih molor! Bangun! doa pagi! biar disayang Tuhan! Lihat! orang Islam saja sudah bangun dan sembahyang, apa kalian nggak malu!"
Secara tidak langsung adzan sudah mendidik kami yang notabene non muslim sejak kecil untuk bersikap disiplin. Mengajari kami untuk tahu, bahwa meyakini Tuhan itu ada bukan hanya sekedar lewat ucapan, namun juga dibuktikan dengan disiplin dan rutin datang memuji-NYA.
Setiap kali adzan, ayah saya selalu menyuruh kami berdo'a. Ayah saya selalu mengatakan begini, "Jangan kalah sama orang Islam yang sembahyang 5x sehari. Kita yang sudah mendapat penebusan Yesus harusnya juga bisa berdoa 5x dalam sehari, bahkan lebih." Dan adzan yang selalu jadi patokan kami.
Bila bulan ramadhan datang, setiap hari saya mendengar orang mengaji dengan toa masjid. Memang, tidak semua dari mereka bersuara merdu, namun lagi-lagi itu menjadi patokan bagi ayah saya agar kami rajin membaca Alkitab.
"Tuh, orang Islam aja bisa baca Alquran semalam suntuk setiap hari. Padahal tulisannya mlungker-mlungker kayak cendol. Kalian tinggal baca Alkitab yang tulisannya udah latin, masih malas?"
Lagi-lagi bacaan Alquran menuntun pada kebaikan, bahkan didalam keluarga non muslim seperti kami.
Sering juga kami dengar, anak-anak kecil sholawatan berebut speaker. Ini sebenarnya lucu, sama sekali tidak menggangu. Dari sini lah mereka belajar menjadi public speaking. Berani manggung. Kalo penggunaan speaker masjid/mushola mau diatur, larang anak-anak untuk berteriak di spleaker, namun jangan larang mereka untuk sholawatan. Bukankah 1 sholawat untuk Baginda nabi, akan dibalas dengan 10 sholawat untuk kita dari Allah? biarkan Pak, anak-anak itu mendapat balasan sholawat dari Allah. Insyaa Allah banyak rahmat dan keberkahan untuk negeri ini. aamiin.
Dari video bapak yang saya highlight, bapak ingin mengatur suara. Suara apapun itu. Baik, kalau begitu ijinkan saya juga menyampaikan uneg-uneg saya pada bapak. Bisa jadi, ini juga uneg-uneg banyak orang.
Bila ada suara yang harus diatur, atau bahkan ditiadakan, itu adalah suara PETASAN, bukan volume adzan Pak. Apalagi ini sebentar lagi akan memasuki bulan ramadhan dan Iedul Fitri. Akan banyak petasan dar der dor dimana-mana.
Mari kita bandingkan suara petasan dan suara speaker masjid yang digunakan untuk adzan, tadarus, dan sholawatan.
1. Bila ada orang sakit, suara adzan, tadarus, dan sholawat, insyaa Allah bisa menjadi perantara penyembuh, saya tidak tahu bagaimana penjelasan ilmiahnya, namun ini sudah banyak dibuktikan. Sementara suara petasan, sangat berpotensi menyebabkan detak jantung tidak beraturan, menciutkan syaraf otak sehingga menimbulkan sakit kepala, bahkan bisa membuat orang jantungan. Hal ini sudah banyak kejadian.
2. Bila dijalan. Suara adzan, tadarus, dan sholawat ini bisa menenangkan. Sementara petasan, sangat berpotensi mencelakakan.
3. Pada bayi dan anak-anak dengan usia golden age, suara adzan, tadarus, dan sholawat, bisa merangsang kecerdasan sel-sel otak mereka. Sementara petasan, bisa membuat sel-sel otak mengkerut, dan mengurangi tingkat kecerdasan.
Dan masih banyak lagi kemudharatan lain dari petasan Pak. Bila bapak benar, ingin membuat suasana damai, dengan mengatur suara-suara yang berpotensi mengganggu, terlebih saat kita akan menyambut ramadhan dan Iedul Fitri, saya tunggu bapak memberlakukan kebijakan soal petasan ini.
Saya berharap, kalaupun bapak akan melakukan kebijakan ini, jangan hanya ditertibkan saat Ramadhan dan Iedul Fitri, tapi juga pada moment lain, seperti moment tahun baru masehi misalnya. Mohon untuk ditertibkan suara petasan ini, kalau perlu ditiadakan.
Kemudian, untuk orang yang sedang hajatan Pak. Kalau bapak ingin benar-benar mengatur suara yang mengganggu, bukan speaker masjid yang diatur, tapi suara apapun yang mengganggu perjumpaan manusia dengan Rabb-nya, harus diatur.
Contoh, orang hajatan yang bermusik semalam suntuk. Tak jarang, adzan subuh sudah berkumandang, musik mereka masih menggema dengan kerasnya.
Bukan hanya orang hajatan Pak, ini juga sering terjadi saat malam tahun baru Masehi. Banyak orang Islam bermusik, berjoged semalam suntuk, hingga lupa diri. Bahkan ada aparat negara ikut didalamnya. Musik mereka bisa lebih keras dibanding suara adzan subuh yang sedang berkumandang.
Di negara Eropa saja, para pemusik jalanan, menghentikan lagu mereka saat suara adzan berkumandang. Bagaimana bisa di negeri kita, dengan mayoritas penduduk beragama Islam, tidak mampu menghargai adzan?
Bila seperti ini, apa nggak malu berteriak, "Saya Indonesia! Saya Pancasila!" sementara tidak paham makna Pancasila?
Apa nggak malu,ngaku berke-Tuhan-an yang maha esa, sementara tidak bisa menjadi manusia yang adil dan beradab pada panggilan untuk menyembah Tuhan-nya?
Mohon maaf Pak, bila curhatan saya ini terlalu banyak. Guru-guru saya adalah para kiyai yang berhati lembut dan welas asih, namun berani bernahi mungkar. Dari background bapak yang dipanggil "Gus" berarti bapak adalah putera seorang kiyai. Semoga bapak juga memiliki hati yang lembut dan welas asih, serta tegas dan berani bernahi mungkar karena Allah.
Saya rasa sampai disini dulu surat saya. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati bapak. Sungguh tidak ada maksud menggurui ataupun sejenisnya, saya hanya menyampaikan apa yang saya rasakan terkait video viral bapak soal "suara yang mengganggu."
Semoga bapak diberikan kekuatan untuk menjadi pribadi yang amanah mengemban tugas sebagai menteri agama untuk Indonesia, karena Allah ta'ala.
wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatu.
Banten, 6 Maret 2022 (4 Sya'ban 1443 H)
Salam hormat,
(Irene Radjiman)