Satu kata yang bisa saya ungkapkan: Prihatin dan Sedih. Ketika membaca Catatan Redaksi Kumparan ini. Begini isinya, sebagaimana dilansir Kumparan:
Tsunami setinggi 0,9 meter menerjang sepanjang pantai di Anyer, Banten pada Sabtu (22/12) sekitar pukul 21.40 WIB. Tsunami datang tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda gempa sebelumnya.
Pemimpin Redaksi kumparan, Arifin Asydhad saat tsunami terjadi, sedang berada di Anyer. Arifin menginap di Hotel Salsa Beach yang tepat berada di pinggir pantai.
Tim redaksi langsung menerima laporan dari Pemred beberapa detik setelah tsunami terjadi. Sejak awal kami yakin, gelombang yang menghantam Banten dan Lampung adalah tsunami.
Berita pertama yang berisi tsunami terjadi di Anyer kami publish pukul 22.21 WIB. Tentu kami tidak sembarangan ketika memutuskan menyebut gelombang itu tsunami.
Selain laporan langsung dari lokasi kejadian, kami mengkonfirmasi ke beberapa pihak. Beberapa narasumber kami hubungi dan membenarkan tsunami telah terjadi.
Namun, di media sosial tiba-tiba tersebar bahwa berita tsunami di Anyer adalah hoaks, Ditambah lagi beberapa instansi yang berhubungan dengan penanganan bencana justru menyatakan tidak ada tsunami, yang ada hanya gelombang pasang biasa karena bulan purnama. Bahkan salah satu petinggi lembaga yang berhubungan dengan penanganan bencana malah meminta warga untuk segera pulang ke rumah.
Twit BMKG soal Tsunami Anyer yang dihapus. (Foto: Dok. Istimewa)
Meski dituduh menyebarkan kabar hoaks, kami tetap teguh pada pendirian. Tsunami telah terjadi di Banten dan Lampung. Kami harus terus mengabarkan kejadian ini agar masyarakat waspada dan jangan dulu kembali ke rumah.
Suara dentuman dari arah gunung anak Krakatau yang terus didengar Pemred kumparan saat tsunami terjadi semakin meyakinkan kami. Selain itu, kami mendapat data resmi dari narasumber yang berisi data terjadi perubahan permukaan air laut yang tidak biasa pada pukul 21.21 WIB. Kenaikan permukaan air laut itu sebelumnya diawali dengan surutnya air laut untuk beberapa saat.
Beberapa saksi membenarkan air laut sempat surut sebelum tsunami datang. Data itu kemudian kami bahas mendalam bersama tim redaksi.
Data-data tentang tsunami kami kumpulkan. Bahwa tsunami datang tidak hanya karena gempa, tapi ada beberapa hal lain yang menjadi penyebabnya. Tsunami bisa terjadi karena gempa, jatuhnya meteor atau benda langit berukuran besar ke laut, longsor di dasar laut, dan longsoran gunung yang erupsi.
Longsoran gunung yang sedang erupsi menjadi yang paling mungkin terjadi saat itu. Apalagi, saksi dan wartawan kami di tempat kejadian sangat yakin berkali-kali mendengar suara dentuman dari arah gunung Anak Krakatau.
Data yang kami punya kami konfirmasi ke sumber yang berwenang, meski tidak bisa dikutip, narasumber kami membenarkan data yang kami punya. Maka kami semakin tancap gas menuliskan tsunami terjadi di Banten dan Lampung disertai dampaknya.
Namun, beberapa pihak tetap membantah terjadi tsunami dan sangat yakin erupsi Gunung Anak Krakatau tidak akan sampai menimbulkan tsunami. Kami dihadapkan dengan berbagai bantahan yang tentu saja bisa membingungkan masyarakat yang mencari kebenaran.
Hingga akhirnya, pada Minggu (23/12) pukul 02.00 WIB, BMKG menggelar konferensi pers. Konferensi pers yang dihadiri Kepala Badan Geologi ESDM, Rudy Suhendar, Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono membenarkan bahwa telah terjadi tsunami di Selat Sunda yang diduga disebabkan longsoran Gunung Anak Krakatau. BMKG menegaskan, masih ada kemungkinan tsunami susulan dan meminta warga tidak kembali ke rumahnya di sekitar pantai hingga ada pengumuman lebih lanjut.
Keteguhan kami mengabarkan berita tsunami terjawab. Motivasi terbesar kami hanya satu, memberikan berita tercepat dan benar agar masyarakat mendapatkan kejelasan dan bisa mengurangi korban jiwa karena salah informasi.
kumparan berkomitmen akan selalu menghadirkan berita yang akurat dan cepat, tentu saja melalui proses jurnalistik yang benar dan mendalam.
--------------------- ** -------------------------------------
Sedih dan Prihatin. Pihak otoritas harusnya lebih tahu dan peka terhadap kejadian yang ada. Sehingga peringatan dini tsunami dapat tersampaikan secara baik. Bahkan kesedihan kita akan bertambah jika menyimak Vokalis Band Seventeen, Ifan yang menceritakan, dia sama sekali tidak melihat dan mendengar apa-apa sebelumnya, ketika akhirnya harus menerima terjangan Tsunami Selat Sunda yang ganas.
Andai pihak otoritas mampu sesegera mungkin menyampaikan peringatan dini Tsunami, dan sesegera mungkin mengevakuasi seluruh warga yang beraktifitas di pesisir pantai, tentunya akan meminimalkan jumlah korban.
Kita selalu disajikan, ketika bencana Tsunami datang, evakuasi yang ada kebanyakan bukan evakuasi yang menyelamatkan, namuan evakuasi yang sudah jadi jenazah.
Ketika pihak otoritas ditanya, "Mengapa, tidak ada peringatan dini?" Dijawab, karena kita belum punya teknologi mendetiksi Tsunami akibat longsoran bawah laut ataupun akibat erupsi gunung berapi.
Sejak bencana Tsunami Aceh, yang maha dahsyat, merenggut 200.000 jiwa, kiranya kita menginginkan sebuah early warning system yang baik. Yang mampu menyelamatkan jiwa manusia lebih banyak. Namun, harapan itu masih jauh dari harapan.
Perlukah kiranya penyelidikan lebih lanjut, perapihan dan evaluasi total mengenai mitigasi kebencanaan di Indonesia, terlebih soal Early Warning System Tsunami, agar kita sebuah bangsa dan negara yang hidup dalam Zona Ring of Fire, tetap bisa bertahan dengan angka keselamatan yang tinggi.
Semoga ya...
Tsunami setinggi 0,9 meter menerjang sepanjang pantai di Anyer, Banten pada Sabtu (22/12) sekitar pukul 21.40 WIB. Tsunami datang tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda gempa sebelumnya.
Pemimpin Redaksi kumparan, Arifin Asydhad saat tsunami terjadi, sedang berada di Anyer. Arifin menginap di Hotel Salsa Beach yang tepat berada di pinggir pantai.
Tim redaksi langsung menerima laporan dari Pemred beberapa detik setelah tsunami terjadi. Sejak awal kami yakin, gelombang yang menghantam Banten dan Lampung adalah tsunami.
Berita pertama yang berisi tsunami terjadi di Anyer kami publish pukul 22.21 WIB. Tentu kami tidak sembarangan ketika memutuskan menyebut gelombang itu tsunami.
Selain laporan langsung dari lokasi kejadian, kami mengkonfirmasi ke beberapa pihak. Beberapa narasumber kami hubungi dan membenarkan tsunami telah terjadi.
Namun, di media sosial tiba-tiba tersebar bahwa berita tsunami di Anyer adalah hoaks, Ditambah lagi beberapa instansi yang berhubungan dengan penanganan bencana justru menyatakan tidak ada tsunami, yang ada hanya gelombang pasang biasa karena bulan purnama. Bahkan salah satu petinggi lembaga yang berhubungan dengan penanganan bencana malah meminta warga untuk segera pulang ke rumah.
Twit BMKG soal Tsunami Anyer yang dihapus. (Foto: Dok. Istimewa)
Meski dituduh menyebarkan kabar hoaks, kami tetap teguh pada pendirian. Tsunami telah terjadi di Banten dan Lampung. Kami harus terus mengabarkan kejadian ini agar masyarakat waspada dan jangan dulu kembali ke rumah.
Suara dentuman dari arah gunung anak Krakatau yang terus didengar Pemred kumparan saat tsunami terjadi semakin meyakinkan kami. Selain itu, kami mendapat data resmi dari narasumber yang berisi data terjadi perubahan permukaan air laut yang tidak biasa pada pukul 21.21 WIB. Kenaikan permukaan air laut itu sebelumnya diawali dengan surutnya air laut untuk beberapa saat.
Beberapa saksi membenarkan air laut sempat surut sebelum tsunami datang. Data itu kemudian kami bahas mendalam bersama tim redaksi.
Data-data tentang tsunami kami kumpulkan. Bahwa tsunami datang tidak hanya karena gempa, tapi ada beberapa hal lain yang menjadi penyebabnya. Tsunami bisa terjadi karena gempa, jatuhnya meteor atau benda langit berukuran besar ke laut, longsor di dasar laut, dan longsoran gunung yang erupsi.
Longsoran gunung yang sedang erupsi menjadi yang paling mungkin terjadi saat itu. Apalagi, saksi dan wartawan kami di tempat kejadian sangat yakin berkali-kali mendengar suara dentuman dari arah gunung Anak Krakatau.
Data yang kami punya kami konfirmasi ke sumber yang berwenang, meski tidak bisa dikutip, narasumber kami membenarkan data yang kami punya. Maka kami semakin tancap gas menuliskan tsunami terjadi di Banten dan Lampung disertai dampaknya.
Namun, beberapa pihak tetap membantah terjadi tsunami dan sangat yakin erupsi Gunung Anak Krakatau tidak akan sampai menimbulkan tsunami. Kami dihadapkan dengan berbagai bantahan yang tentu saja bisa membingungkan masyarakat yang mencari kebenaran.
Hingga akhirnya, pada Minggu (23/12) pukul 02.00 WIB, BMKG menggelar konferensi pers. Konferensi pers yang dihadiri Kepala Badan Geologi ESDM, Rudy Suhendar, Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono membenarkan bahwa telah terjadi tsunami di Selat Sunda yang diduga disebabkan longsoran Gunung Anak Krakatau. BMKG menegaskan, masih ada kemungkinan tsunami susulan dan meminta warga tidak kembali ke rumahnya di sekitar pantai hingga ada pengumuman lebih lanjut.
Keteguhan kami mengabarkan berita tsunami terjawab. Motivasi terbesar kami hanya satu, memberikan berita tercepat dan benar agar masyarakat mendapatkan kejelasan dan bisa mengurangi korban jiwa karena salah informasi.
kumparan berkomitmen akan selalu menghadirkan berita yang akurat dan cepat, tentu saja melalui proses jurnalistik yang benar dan mendalam.
--------------------- ** -------------------------------------
Sedih dan Prihatin. Pihak otoritas harusnya lebih tahu dan peka terhadap kejadian yang ada. Sehingga peringatan dini tsunami dapat tersampaikan secara baik. Bahkan kesedihan kita akan bertambah jika menyimak Vokalis Band Seventeen, Ifan yang menceritakan, dia sama sekali tidak melihat dan mendengar apa-apa sebelumnya, ketika akhirnya harus menerima terjangan Tsunami Selat Sunda yang ganas.
Andai pihak otoritas mampu sesegera mungkin menyampaikan peringatan dini Tsunami, dan sesegera mungkin mengevakuasi seluruh warga yang beraktifitas di pesisir pantai, tentunya akan meminimalkan jumlah korban.
Kita selalu disajikan, ketika bencana Tsunami datang, evakuasi yang ada kebanyakan bukan evakuasi yang menyelamatkan, namuan evakuasi yang sudah jadi jenazah.
Ketika pihak otoritas ditanya, "Mengapa, tidak ada peringatan dini?" Dijawab, karena kita belum punya teknologi mendetiksi Tsunami akibat longsoran bawah laut ataupun akibat erupsi gunung berapi.
Sejak bencana Tsunami Aceh, yang maha dahsyat, merenggut 200.000 jiwa, kiranya kita menginginkan sebuah early warning system yang baik. Yang mampu menyelamatkan jiwa manusia lebih banyak. Namun, harapan itu masih jauh dari harapan.
Perlukah kiranya penyelidikan lebih lanjut, perapihan dan evaluasi total mengenai mitigasi kebencanaan di Indonesia, terlebih soal Early Warning System Tsunami, agar kita sebuah bangsa dan negara yang hidup dalam Zona Ring of Fire, tetap bisa bertahan dengan angka keselamatan yang tinggi.
Semoga ya...