Rizal Ramli sebenarnya sudah pernah memberikan masukan secara pribadi terkait Freeport kepada Jokowi.
"Yang pertama adalah saya menyarankan kepada Presiden Jokowi agar tidak memperpanjang kontrak Freeport," kata RR yang juga pernah menjadi Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur, Sabtu (22/12).
Menurutnya, Kontrak Karya Freeport (tahap II) tahun 1991 cacat hukum, karena ada indikasi penyogokan pejabat pemerintah Indonesia saat itu, berinisial GK.
Karena Kontrak Karya tersebut cacat hukum, maka tidak ada lagi "sanctity of contract" (kesucian kontrak). Tidak ada kewajiban untuk menyetujui perpanjangan kontrak Freeport 2x10 tahun sampai 2041.
Belum lagi, lanjut RR, Freeport melakukan banyak wanprestasi: kerusakan lingkungan, jadwal divestasi dan pembangunan smelter yang terus diundur, serta track record sebagai penyogok pejabat Indonesia.
"Masukan saya yang kedua kepada Presiden Jokowi adalah lebih baik Indonesia membeli saham Freeport McMoran (FCX), induk dari PT Freeport Indonesia," ungkap ekonom yang pernah menjadi Panel Ahli PBB bersama tiga orang peraih Nobel Ekonomi ini.
Pada akhir tahun 2015 dan awal 2016, sebagai imbas dari perbedaan pendapat tentang kepastian perpanjangan kontrak Freeport antara RR dengan koleganya di kabinet Menteri ESDM Sudirman Said, harga saham Freeport McMoran (FCX) terjun bebas di Bursa Saham New York.
Kapitalisasi pasar, atau nilai dari 100 persen saham, Freeport McMoran (FCX) sempat dihargai sebesar USD 5 miliar atau sekitar Rp 69 triliun dengan kurs Rupiah saat itu.
Artinya, bila tiga tahun yang lalu Presiden Jokowi menuruti masukan RR, dengan nilai yang telah dikeluarkan saat ini sebesar Rp 55,8 triliun, Indonesia dapat memiliki 80 persen saham Freeport McMoran (FCX), induk dari PT Freeport Indonesia.
"Ini jauh lebih menguntungkan daripada hanya sekedar memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia saat ini bukan?" demikian Rizal Ramli. [rus]
"Yang pertama adalah saya menyarankan kepada Presiden Jokowi agar tidak memperpanjang kontrak Freeport," kata RR yang juga pernah menjadi Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur, Sabtu (22/12).
Menurutnya, Kontrak Karya Freeport (tahap II) tahun 1991 cacat hukum, karena ada indikasi penyogokan pejabat pemerintah Indonesia saat itu, berinisial GK.
Karena Kontrak Karya tersebut cacat hukum, maka tidak ada lagi "sanctity of contract" (kesucian kontrak). Tidak ada kewajiban untuk menyetujui perpanjangan kontrak Freeport 2x10 tahun sampai 2041.
Belum lagi, lanjut RR, Freeport melakukan banyak wanprestasi: kerusakan lingkungan, jadwal divestasi dan pembangunan smelter yang terus diundur, serta track record sebagai penyogok pejabat Indonesia.
"Masukan saya yang kedua kepada Presiden Jokowi adalah lebih baik Indonesia membeli saham Freeport McMoran (FCX), induk dari PT Freeport Indonesia," ungkap ekonom yang pernah menjadi Panel Ahli PBB bersama tiga orang peraih Nobel Ekonomi ini.
Pada akhir tahun 2015 dan awal 2016, sebagai imbas dari perbedaan pendapat tentang kepastian perpanjangan kontrak Freeport antara RR dengan koleganya di kabinet Menteri ESDM Sudirman Said, harga saham Freeport McMoran (FCX) terjun bebas di Bursa Saham New York.
Kapitalisasi pasar, atau nilai dari 100 persen saham, Freeport McMoran (FCX) sempat dihargai sebesar USD 5 miliar atau sekitar Rp 69 triliun dengan kurs Rupiah saat itu.
Artinya, bila tiga tahun yang lalu Presiden Jokowi menuruti masukan RR, dengan nilai yang telah dikeluarkan saat ini sebesar Rp 55,8 triliun, Indonesia dapat memiliki 80 persen saham Freeport McMoran (FCX), induk dari PT Freeport Indonesia.
"Ini jauh lebih menguntungkan daripada hanya sekedar memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia saat ini bukan?" demikian Rizal Ramli. [rus]