Penyidik dan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga memiliki konflik terkait kebijakan penempatan dan rekrutmen penyidik di Lingkungan Kedeputian Bidang Penindakan lembaga tersebut.
Hal tersebut terkuak melalui surat internal KPK yang diperoleh CNNIndonesia.com pada Rabu (1/4).
Dalam surat internal itu, puluhan penyidik KPK yang berasal dari Polri membuat surat terbuka berisikan protes terhadap pimpinan KPK terkait kebijakan pengangkatan penyelidik menjadi penyidik di lembaga anti-rasuah itu.
Sedikitnya 42 penyidik KPK dari Polri menandatangani surat yang dibuat bulan April 2019 tersebut.
Dalam surat itu, para penyidik Polri yang ditempatkan di KPK menyatakan protes mereka terkait dengan mekanisme pengangkatan penyelidik menjadi penyidik tanpa tes.
Para penyidik juga menduga mekanisme pengangkatan ini 'sarat kepentingan dari oknum pegawai internal yang ingin mereduksi jumlah penyidik dari Polri' di KPK.
Mekanisme itu disebut tidak sesuai dengan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penataan Karir di KPK.
Para penyidik Polri tersebut menganggap mekanisme ini tidak bisa disebut sebagai rotasi penempatan lantaran jabatan penyelidik dan penyidik memiliki fungsi yang berbeda.
"Sehingga tidak tepat ketika perpindahan penyelidik menjadi penyidik tanpa tes kemudian dimaknai sebagai rotasi karena penyelidik dan penyidik memang berasal dari satu kedeputian yang sama tetapi memiliki fungsi yang berbeda," bunyi surat itu.
Para penyidik Polri tersebut menganggap mekanisme pemindahan ini juga sarat ketidakadilan dan diskriminasi. Sebab, penyelidik yang dipindahkan menjadi penyidik tanpa tes akan memiliki jabatan yang lebih tinggi dengan tanpa pengalaman sama sekali.
Surat terbuka itu juga menyebut ada sosok yang 'powerful' di KPK sehingga pimpinan lembaga sama sekali tidak berani bertindak dan bahkan terafiliasi'dengan kelompok Wadah Pegawai KPK. Hal itu, lanjutnya, karena ingin menghilangkan ketergantungan KPK terhadap penyidik dari Polri.
"Bahwa Wadah Pegawai sedang berusaha membendung penyidik senior sumber Polri masuk untuk menjadi kepala satuan tugas atau anggota. Wadah Pegawai berharap penyidik internal masuk lebih dulu daripada penyidik Polri sehingga kebutuhan akan penyidik dapat dipenuhi dari internal tanpa penyidik dari sumber Polri," bunyi surat terbuka sebanyak tujuh halaman itu.
Hingga berita ini diturunkan, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, belum menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com terkait surat terbuka tersebut.
Pemeriksaan 'Bos' Penyidik
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan terdapat proses pemeriksaan kepada Deputi Penindakan Irjen Firli. Deputi pengawas internal memiliki waktu sepuluh hari untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Hal itu untuk menindaklanjuti petisi dari pegawai KPK terkait hambatan di bidang penindakan. Terdapat juga wacana terkait pengembalian Firli ke tempat asalnya yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
"Rapim (rapat pimpinan) itu memutuskan itu diperiksa, dilakukan pemeriksaan oleh deputi pengawas internal. Kemudian KPK memberikan sepuluh hari kepada Deputi Pengawas Internal," kata Agus di Gedung KPK, Selasa.
Sebelumnya, sebagian pegawai KPK mengirimkan petisi kepada pimpinan lembaganya. Dalam petisi berjudul 'Hentikan segala bentuk upaya menghambat penanganan kasus' itu pegawai KPK mengeluhkan masalah di bidang penindakan, salah satunya kebocoran saat penyelidikan.
Kedeputian penindakan mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai ke level yang lebih tinggi, di antaranya soal kejahatan korporasi, dan tindak pencucian uang. (cnn indonesia)
Hal tersebut terkuak melalui surat internal KPK yang diperoleh CNNIndonesia.com pada Rabu (1/4).
Dalam surat internal itu, puluhan penyidik KPK yang berasal dari Polri membuat surat terbuka berisikan protes terhadap pimpinan KPK terkait kebijakan pengangkatan penyelidik menjadi penyidik di lembaga anti-rasuah itu.
Sedikitnya 42 penyidik KPK dari Polri menandatangani surat yang dibuat bulan April 2019 tersebut.
Dalam surat itu, para penyidik Polri yang ditempatkan di KPK menyatakan protes mereka terkait dengan mekanisme pengangkatan penyelidik menjadi penyidik tanpa tes.
Para penyidik juga menduga mekanisme pengangkatan ini 'sarat kepentingan dari oknum pegawai internal yang ingin mereduksi jumlah penyidik dari Polri' di KPK.
Mekanisme itu disebut tidak sesuai dengan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penataan Karir di KPK.
Para penyidik Polri tersebut menganggap mekanisme ini tidak bisa disebut sebagai rotasi penempatan lantaran jabatan penyelidik dan penyidik memiliki fungsi yang berbeda.
"Sehingga tidak tepat ketika perpindahan penyelidik menjadi penyidik tanpa tes kemudian dimaknai sebagai rotasi karena penyelidik dan penyidik memang berasal dari satu kedeputian yang sama tetapi memiliki fungsi yang berbeda," bunyi surat itu.
Para penyidik Polri tersebut menganggap mekanisme pemindahan ini juga sarat ketidakadilan dan diskriminasi. Sebab, penyelidik yang dipindahkan menjadi penyidik tanpa tes akan memiliki jabatan yang lebih tinggi dengan tanpa pengalaman sama sekali.
Surat terbuka itu juga menyebut ada sosok yang 'powerful' di KPK sehingga pimpinan lembaga sama sekali tidak berani bertindak dan bahkan terafiliasi'dengan kelompok Wadah Pegawai KPK. Hal itu, lanjutnya, karena ingin menghilangkan ketergantungan KPK terhadap penyidik dari Polri.
"Bahwa Wadah Pegawai sedang berusaha membendung penyidik senior sumber Polri masuk untuk menjadi kepala satuan tugas atau anggota. Wadah Pegawai berharap penyidik internal masuk lebih dulu daripada penyidik Polri sehingga kebutuhan akan penyidik dapat dipenuhi dari internal tanpa penyidik dari sumber Polri," bunyi surat terbuka sebanyak tujuh halaman itu.
Hingga berita ini diturunkan, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, belum menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com terkait surat terbuka tersebut.
Pemeriksaan 'Bos' Penyidik
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan terdapat proses pemeriksaan kepada Deputi Penindakan Irjen Firli. Deputi pengawas internal memiliki waktu sepuluh hari untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Hal itu untuk menindaklanjuti petisi dari pegawai KPK terkait hambatan di bidang penindakan. Terdapat juga wacana terkait pengembalian Firli ke tempat asalnya yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
"Rapim (rapat pimpinan) itu memutuskan itu diperiksa, dilakukan pemeriksaan oleh deputi pengawas internal. Kemudian KPK memberikan sepuluh hari kepada Deputi Pengawas Internal," kata Agus di Gedung KPK, Selasa.
Sebelumnya, sebagian pegawai KPK mengirimkan petisi kepada pimpinan lembaganya. Dalam petisi berjudul 'Hentikan segala bentuk upaya menghambat penanganan kasus' itu pegawai KPK mengeluhkan masalah di bidang penindakan, salah satunya kebocoran saat penyelidikan.
Kedeputian penindakan mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai ke level yang lebih tinggi, di antaranya soal kejahatan korporasi, dan tindak pencucian uang. (cnn indonesia)