Siapa yang tidak mengetahui ulah Israel atas Ummat Islam Palestina. Darah ummat islam Palestina sudah banyak tumpah atas penjajahan mereka terhadap bangsa Palestina. Israel asyik memperluas daerah jajahannya di Tepi Barat Sungai Jordan dan Jerusalem Timur.
Negara Yahudi tersebut juga seenaknya meningkatkan pemboman terhadap rakyat terkepung di Jalur Gaza, tempat militer Yahudi membantai delapan orang Palestina. Empat korban --menurut laporan media internasional-- berasal dari satu keluarga, dua di antara mereka adalah anak kecil.
Entah berapa banyak orang Palestina yang dibunuh oleh penguasa Zionis Israel tersebut. Yang jadi pertanyaan ialah apakah kaum Yahudi bisa lolos dengan aksi kolonial mereka, dan dengan tindakan brutal yang setiap hari mereka lakukan terhadap orang Palestina.
Israel negara kecil melakukan itu semua mustahil tanpa adanya dukungan. Ya, dukungan mereka datang dari sekutu abadinya, Amerika Serikat. Sewaktu Dewan Keamanan PBB baru-baru ini berusaha mensahkan resolusi untuk mengutuk perluasan wilayah Israel di tanah Arab, Washington menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan rencana itu.
Yang lebih menyakitkan hati ialah Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice diberitakan mengatakan kepada wartawan bahwa "sungguh, sejujurnya, dengan menggunakan hak veto tak berarti Washington menyetujui perluasan wilayah Israel".
Lalu apa? Sekali lagi, para diplomat memang boleh-boleh saja bersikap "diplomatis", tapi sikap muka-dua, standard-ganda Amerika terlihat jelas menjadi landasannya. Orang jadi prihatin sebab sikap munafik dengan gamblang menjadi faktor kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah.
Media Sosial melaporkan atas penindasan, kekejaman, kebrutalan dan penjajahan Israel atas Orang Palestina, diantaranya berikut ini:
India Mengganas
Yang tidak disangka-sangka adalah India. India mengganas menindas ummat islam, bahkan yang belum lama ini, Ummat Islam dibantai oleh para pendukung partai penguasa dari mayoritas Hindu.
Sangat mengejutkan, karena di Indonesia, India sangat digemari film-film Bollywoodnya. Namun kini, mendengar nama India, yang terbayang adalah wajah penindas barbar kepada ummat islam.
Bencana besar Ummat Islam India, dimulai sejak pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mengesahkan Undang-Undang (UU) Amandemen Warga Negara atau Citizenship Amendment Bill (CAB), yang dianggap anti-Muslim.
Akibat pengesahan UU ini, di wilayah India Timur terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dan pihak kepolisian, Reuters melaporkan, Kamis (12/12/2019).
Lalu, apa sebenarnya isi dari UU Amandemen Warga Negara India sehingga bisa memicu perpecahan di negara itu?
Mengutip BBC News, salah satu isi UU Amandemen Warga Negara itu yaitu memungkinkan imigran ilegal non-Muslim dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan.
Pemerintah, yang dipimpin oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), berdalih UU ini sebagai bentuk perlindungan India kepada masyarakat asing yang menjadi korban "penganiayaan agama".
Namun, di bawah UU ini, umat Muslim India akan diharuskan untuk membuktikan bahwa mereka memang adalah warga negara India.
Sehingga ada kemungkinan warga Muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan. Parahnya, aturan ini tidak berlaku untuk agama lain, karena ada kejelasan alur dalam UU tersebut.
UU yang menjadi sumber kericuhan merupakan bagian dari agenda nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi. Kelompok Islam, oposisi, kelompok hak asasi manusia menganggap UU itu bertujuan untuk memarginalkan 200 juta Muslim di India.
Majelis tinggi parlemen India mengadakan pemungutan suara untuk meloloskan UU ini pada 11 Desember, di mana hasilnya 125 suara mendukung berbanding 105 suara menentang. Dua hari sebelumnya UU ini telah lolos dari majelis yang lebih rendah.
Saat ini telah ada sekitar 700 tokoh India, yang terdiri dari ahli hukum, akademisi, dan aktor, yang menandatangani pernyataan tegas untuk menolak UU tersebut.
Media sosial menampilkan berbagai macam video penindasan dan pembantai kepada Ummat Islam India yang sangat brutal dan mengerikan, diantaranya:
Negara Yahudi tersebut juga seenaknya meningkatkan pemboman terhadap rakyat terkepung di Jalur Gaza, tempat militer Yahudi membantai delapan orang Palestina. Empat korban --menurut laporan media internasional-- berasal dari satu keluarga, dua di antara mereka adalah anak kecil.
Entah berapa banyak orang Palestina yang dibunuh oleh penguasa Zionis Israel tersebut. Yang jadi pertanyaan ialah apakah kaum Yahudi bisa lolos dengan aksi kolonial mereka, dan dengan tindakan brutal yang setiap hari mereka lakukan terhadap orang Palestina.
Israel negara kecil melakukan itu semua mustahil tanpa adanya dukungan. Ya, dukungan mereka datang dari sekutu abadinya, Amerika Serikat. Sewaktu Dewan Keamanan PBB baru-baru ini berusaha mensahkan resolusi untuk mengutuk perluasan wilayah Israel di tanah Arab, Washington menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan rencana itu.
Yang lebih menyakitkan hati ialah Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice diberitakan mengatakan kepada wartawan bahwa "sungguh, sejujurnya, dengan menggunakan hak veto tak berarti Washington menyetujui perluasan wilayah Israel".
Lalu apa? Sekali lagi, para diplomat memang boleh-boleh saja bersikap "diplomatis", tapi sikap muka-dua, standard-ganda Amerika terlihat jelas menjadi landasannya. Orang jadi prihatin sebab sikap munafik dengan gamblang menjadi faktor kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah.
Media Sosial melaporkan atas penindasan, kekejaman, kebrutalan dan penjajahan Israel atas Orang Palestina, diantaranya berikut ini:
The moment a Palestinian medic is directly hit by a teargas canister fired by Israeli soldiers in Gaza today.— CJ Werleman (@cjwerleman) January 25, 2019
Israel has been shooting and killing unarmed Great Return March protesters, children, journalists, and medics in Gaza everyday for nearly 12 months now, but *crickets* pic.twitter.com/ITAVGwZEGB
#hariinidalamsejarah | 15 Mei tiap tahunnya diperingati sebagai Hari Nakba [Malapetaka] oleh penduduk Palestina. Bagaimana malapetaka di Palestina bermula?— ๐ธ๐_๐๐๐70 (@mouza_zild) May 17, 2020
Simak thread vidio di bawah ini ... pic.twitter.com/dGpfYDI9Ro
Israel dan India menjadikan pandemi yang sedang terjadi sebagai momentum untuk terus menancapkan kuku besinya di tanah jajahan mereka, #Palestina dan #Kashmir pic.twitter.com/nQT7tB4nuB— #๐๐ฏ_®️_๐๐ข_๐๐ฆ๐ฏ๐ฌ (@Mr_cosanostra) May 17, 2020
India Mengganas
Yang tidak disangka-sangka adalah India. India mengganas menindas ummat islam, bahkan yang belum lama ini, Ummat Islam dibantai oleh para pendukung partai penguasa dari mayoritas Hindu.
Sangat mengejutkan, karena di Indonesia, India sangat digemari film-film Bollywoodnya. Namun kini, mendengar nama India, yang terbayang adalah wajah penindas barbar kepada ummat islam.
Bencana besar Ummat Islam India, dimulai sejak pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mengesahkan Undang-Undang (UU) Amandemen Warga Negara atau Citizenship Amendment Bill (CAB), yang dianggap anti-Muslim.
Akibat pengesahan UU ini, di wilayah India Timur terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dan pihak kepolisian, Reuters melaporkan, Kamis (12/12/2019).
Lalu, apa sebenarnya isi dari UU Amandemen Warga Negara India sehingga bisa memicu perpecahan di negara itu?
Mengutip BBC News, salah satu isi UU Amandemen Warga Negara itu yaitu memungkinkan imigran ilegal non-Muslim dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan.
Pemerintah, yang dipimpin oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), berdalih UU ini sebagai bentuk perlindungan India kepada masyarakat asing yang menjadi korban "penganiayaan agama".
Namun, di bawah UU ini, umat Muslim India akan diharuskan untuk membuktikan bahwa mereka memang adalah warga negara India.
Sehingga ada kemungkinan warga Muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan. Parahnya, aturan ini tidak berlaku untuk agama lain, karena ada kejelasan alur dalam UU tersebut.
UU yang menjadi sumber kericuhan merupakan bagian dari agenda nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi. Kelompok Islam, oposisi, kelompok hak asasi manusia menganggap UU itu bertujuan untuk memarginalkan 200 juta Muslim di India.
Majelis tinggi parlemen India mengadakan pemungutan suara untuk meloloskan UU ini pada 11 Desember, di mana hasilnya 125 suara mendukung berbanding 105 suara menentang. Dua hari sebelumnya UU ini telah lolos dari majelis yang lebih rendah.
Saat ini telah ada sekitar 700 tokoh India, yang terdiri dari ahli hukum, akademisi, dan aktor, yang menandatangani pernyataan tegas untuk menolak UU tersebut.
Media sosial menampilkan berbagai macam video penindasan dan pembantai kepada Ummat Islam India yang sangat brutal dan mengerikan, diantaranya:
๐ฎ๐ณ India— twitpos๐ฆ™ (@twitpos) February 25, 2020
Saat Donald Trump dan Modi berpawai di seluruh negeri, massa secara terbuka menyerang Muslim, menjarah bisnis mereka dan menodai rumah-rumah ibadah seperti yang Anda lihat di video ini yang dilakukan oleh ekstrimis Hindu dinegara tersebut#ShameOnYouIndia
From Arjun pic.twitter.com/JCi5e1jEiW
At least 7 people were killed and 150 wounded in New Delhi during clashes over India's citizenship law, which critics say is anti-Muslim. The clashes were just miles from where President Trump was meeting PM Modi.— AJ+ (@ajplus) February 25, 2020
Some mobs were photographed beating a Muslim man with sticks: pic.twitter.com/Np0UhThY9L
— twitpos๐ฆ™ (@twitpos) February 26, 2020