By : Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Anda tanya pendapat masyarakat di 34 provinsi tentang bagaimana penanganan Jokowi, Ahok dan Anies mengatasi banjir. Lalu anda olah data survei itu. Masuk mesin statistik, muncullah hasilnya. Inilah survei yang dilakukan Indobarometer, milik Qodari ini.
Lembaga ini melakukan survei di 34 provinsi terkait penanganan banjir oleh tiga gubernur DKI, yaitu Jokowi, Ahok dan Anies. Survei "gubernur DKI" di "34 provinsi?" Survei penanganan banjir DKI respondennya dari 34 provinsi? Gak salah tuh? Nanti, survei pilgub DKI juga ngambil samplenya di 34 provinsi? Apa maksudnya? Mau giring opini ke pilpres? Publik curiga!
Menurut lembaga survei ini bahwa gubernur Jakarta yang terbaik dalam mengatasi banjir berdasarkan urutan adalah Ahok 42 persen, Jokowi 25 persen, dan Anies Baswedan 4,1 persen.
Kata Walikota Bogor, Bima Arya: ini politik! Bima Arya tak salah. Ia juga besar dari lembaga survei sebelum masuk partai dan jadi walikota. Ia tahu mana survei politik, mana yang obyektif. Jangan nanya itu pesanan siapa dan siapa yang kasih biaya. Itu bukan wilayah kajian dalam tulisan ini.
Silahkan dikaji sendiri, saya gak ikut-ikutan. Kalau mau nanya, ke Indobarometer atau ke Bima Aria saja. Dianggap berbau politik, karena survei ini pertama, obyek isunya banjir DKI.
Kedua, melibatkan persepsi masyarakat di 34 provinsi. Banjir DKI, responden surveinya 34 provinsi. Aneh!
Ketiga, terkait dengan Anies yang saat ini sedang santer dibicarakan publik terkait Pilpres 2024.
Sebenarnya akan lebih fair kalau Indobarometer mensurvei: "Jika hari ini Pilpres digelar, siapa tokoh yang anda akan pilih jadi presiden?" Survei terbuka tanpa menyebut nama tokoh, atau tertutup dengan daftar nama-nama tokoh. Anies Baswedan, Tito Karnavian, Puan Maharani, Abu Janda, dan lain-lain. Ini lebih gentle.
Jantan, maksudnya. Seperti survei Denny JA beberapa waktu lalu. Jangan ada udang di balik tepung deh mas... Politik itu soal persepsi. Siapa yang memenangkan persepsi, dialah yang akan jadi juaranya. Survei adalah salah satu strategi yang paling efektif untuk menggiring persepsi.
Jadi, persepsi soal penanganan banjir di DKI yang diambil surveinya di 34 provinsi wajar kalau dicurigai sebagai bagian dari ikhtiar politik dari pihak tertentu. Siapa yang bermain di belakang survei itu? Jika ada, maka hanya pihak Indobarometer yang tahu.
Soal banjir di DKI, cukup lihat data. Berapa besar curah hujan sewaktu tiga gubernur itu memimpin. Berapa luas wilayah yang terdampak. Berapa jumlah korban dan tempat pengungsian. Berapa orang yang meninggal. Berapa lama banjir surut. Ini baru data.
Bukan nanya masyarakat di seluruh Indonesia: bagaimana persepsi mereka tentang penanganan banjir oleh Jokowi, Ahok dan Anies di DKI. Yang ditanya masyarakat yang menyaksikan musibah banjir lewat framming media. Sementara banjir tujuh tahun lalu (2013) saat Jokowi, dan lima tahun lalu (2015) saat Ahok, masyarakat sudah lupa.
Gak lagi muncul di media. Kalau mau survei persepsi, mestinya dilakukan tiga kali. Pertama, saat banjir besar di era Jokowi (2013). Kedua, saat banjir besar di era Ahok (2015). Dan ketiga, saat banjir besar di era Anies (2020). Pertanyaannya sama dan jumlah respondennya juga sama. Yang ditanya harus masyarakat Jakarta yang terdampak banjir. Jangan nanya orang NTT, Papua dan Bali. Itu baru obyektif.
Yang kebanjiran Jakarta, yang ditanya orang Manokwari. Ya gak nyambung. Piye toh mas? Survei Indobarometer kali ini mirip survei yang pernah dilakukan sebulan setelah kabinet pertama (2014) Pak Jokowi bekerja. Bagaimana persepsi masyarakat tentang kinerja para menteri itu. Ya ngawur! Prestasi menteri tidak bisa diukur dan ditentukan oleh persepsi masyarakat. Tapi oleh kinerja mereka berbasis data.
Apa yang sudah dilakukan oleh para menteri dan sejauh mana progres dan hasilnya. Itu baru data yang bener. Bukan tanya masyarakat. Menteri ESDM, perdagangan dan PAN, gak banyak dikenal masyarakat. Ya pasti rendah nilainya. Kalah dengan menteri agama dan menkopolhukam. Apalagi kalau kedua menteri ini suka bikin pernyataan heboh, makin populer. Belum lagi kalau dibandingkan dengan menkomaritim. Pasti kalah hebat.
Soal banjir di DKI, mari kita lihat data. Berdasarkan data dari BMKG, Bappenas dan BPBD, Tahun 2013 (era Jokowi) curah hujan 100 mm/hari, luas wilayah terdampak 240 km2 di 599 RW. Pengungsi 90.913 di 2.250 tempat pengungsian. Tujuh hari baru surut. Tahun 2015 (era Ahok) curah hujan 277 mm/hari. Luas area tergenang 281 km2 di 702 RW. Jumlah pengungsi 45.813 di 409 tempat pengungsian. Tahun 2020 (era Anies) curah hujan 377 mm/hari. Luas area tergenang 156 km2 di 390 RW. Jumlah pengungsi 31.232 di 269 tempat pengungsian.
Banjir surut setelah empat hari. Ini baru data yang bisa dipakai untuk mengukur secara obyektif bagaimana penanganan banjir di DKI dari satu gubernur ke gubernur yang lain. Apapun data itu, semua gubernur DKI telah bekerja dan melakukan yang terbaik. Tak perlu dibandingkan, apalagi dibenturkan. Anies sudah berbuat banyak untuk DKI.
Begitu juga dengan Jokowi dan Ahok. Semakin lama, banjir di Jakarta makin baik penanganannya. Warga Jakarta mesti berterima kasih kepada mereka. Tak perlu selalu dipolitisir. Soal survei Indobarometer, biarlah itu jadi tanggung jawab keilmuan dan moral lembaga itu sendiri. Masyarakat tak perlu harus terpengaruh oleh survei-survei dari "sejumlah lembaga survei" yang kadang tak hanya ngawur, tapi juga mengabaikan integritas.
Harus dipahami, setiap lembaga survei punya karyawan yang harus digaji. Ada biaya operasional yang mesti disiapkan. Hampir mirip parpol. Di sinilah integritas kadang mendapatkan ujian. Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa. [ayojakarta.com]
***
Sebelumnya sebagaimana dilansir Kompas.com berikut ini, Survei Indo Barometer menunjukan, mayoritas responden menilai mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang paling berhasil menangani masalah banjir di Ibu Kota. "Satu, banjir, paling banyak dianggap berhasil Ahok 40 persen, lalu Jokowi 25 persen, Pak Anies (Baswedan) 4 persen," ungkap Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari saat konferensi pers di Century Park Hotel, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020). [Kompas.com]