• Jelajahi

    Copyright © Jakarta Report
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Memoar 21 Mei dalam Putaran Sejarah Bangsa Indonesia

    22 Mei 2020, 00:50 WIB Last Updated 2020-05-21T18:04:00Z
    21 Mei bisa dikatakan sebagai tanggal 'kramat' Bangsa Indonesia. Karena ditanggal tersebut ada dua peristiwa penting dan genting yang merubah perjalanan bangsa indonesia dalam berdemokrasi dan mempertahankan kemurnian dan kebenaran demokrasi. Dimana, rakyatlah yang seharusnya berdaulat, bukan segelintir elit atau oligarki yang jauh dari harapan bangsa dan negara.

    21 Mei 1998 Rezim Soeharto

    Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Dalam peristiwa ini, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR untuk mendesak Soeharto mundur. Pada tanggal 21 Mei 1998, setelah berhari-hari para mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, dan setelah kurang lebih 32 tahun berkuasa, Soeharto mengumumkan berhenti dari jabatan presiden.

    21 Mei 2019 Rezim Jokowi

    Demonstrasi dan kerusuhan terjadi di Jakarta, pada tanggal 21 dan 22 Mei 2019. Demonstrasi tersebut berkaitan dengan penolakan hasil penghitungan suara pemilihan Presiden Indonesia 2019. Bentrokan massa dengan aparat dan kerusuhan terjadi di beberapa tempat di Jakarta sejak tanggal 21 Mei malam.

    Kalangan Oposisi bersikeras bahwa kecurangan yang masif dan sistematis telah merampas kemenangan mereka. Menjelang batas waktu pengumuman hasil akhir resmi KPU tanggal 22 Mei 2019, kedua kubu dan para pendukungnya kian gelisah.

    Wiranto, mantan panglima angkatan bersenjata yang pernah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia selama pemerintahan diktator Suharto dan sekarang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, memicu kecaman ketika ia mengumumkan tim hukum nasional yang menurutnya akan menyelidiki “ketegangan” yang muncul pada periode pasca Pilpres 2019. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia maupun Dewan Pers menuduh bahwa keputusan Wiranto tersebut akan menjadi momentum kemunduran kembali hak asasi manusia di Indonesia.

    A.M. Hendropriyono, jenderal purnawirawan lainnya yang dekat dengan Jokowi dan merupakan mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN), mendapat kecaman ketika dia menyatakan bahwa orang Indonesia keturunan Arab tidak boleh bertindak sebagai provokator. Banyak masyarakat Indonesia keturunan Arab yang berada dalam jajaran ulama Islam yang menuntut perubahan pemerintahan, namun komentar Hendropriyono dianggap melanggar aturan yang melarang komentar yang menyinggung ras, etnis, agama, maupun antar golongan (SARA) di Indonesia.

    Prabowo dan para pendukungnya terus mempertahankan tekanan pada pemerintah dan otoritas pemilu. Mereka bersikeras bahwa mereka pihak berwenang telah melakukan kecurangan dalam Pilpres 2019 demi kemenangan Jokowi. Sementara itu, hasil penghitungan cepat dari internal tim kampanye Prabowo menunjukkan kemenangan Prabowo dengan sekitar 60 persen suara. 

    Bentrokkan Tak Terhindarkan dengan Aparat Keamanan

    Bentrokkan tak terhindarkan, kalangan Oposisi yang merasa hasil pemilu 2019 penuh dengan kecurangan, berhadapan dengan aparat keamanan. 

    Kepala Polres Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan, menyebutkan ada bentrokan antara massa Demo 22 Mei dengan aparat polisi di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat.

    Dikatakan Harry, penyebab terjadinya rusuh karena seratusan massa merusak pagar kawat duri yang direntang di depan kantor Bawaslu, Jalan Mh Thamrin, Jakarta Pusat, Senin 21 Mei 2019.

    Beberapa orang massa Aksi Gerakan Nasiona Kedaulatan Rakyat atau Demo 22 Mei ditangkap, dan kini sedang didalami di Polda Metro Jaya.

    “Dari tadi kami kan sudah damai aman. Tiba-tiba ada massa saya belum tahu dari mana ini ya. Dari tadi memancing, terus merusak barier (kawat berduri). Memancing-mancing terus, ya sudah kami lakukan upaya pengamanan,” ujar Harry di lokasi kepada Tempo, Rabu, 22 Mei 2019.

    Kerusuhan terjadi di Aksi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat atau Aksi 22 Mei di depan Kantor Bawaslu mulai sekitar pukul 23.00 WIB. Kerusuhan bermula dari adu mulut antara massa dengan polisi Sabhara. Akibat kerusuhan ini beberapa orang massa diamankan oleh polisi sebagaimana dilansir dari Tempo.Co

    Korban Berjatuhan

    Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut jumlah korban Aksi 22 Mei bertambah menjadi 8 orang per Kamis (23/5) pukul 11.00 WIB. Sementara yang luka-luka bertambah menjadi 730 korban yang sedang dalam penanganan medis.

    "Korban yang meninggal jumlahnya terbaru adalah 8 orang. Ini untuk menangkis kesimpangsiuran berita yang menyebutkan ada banyak sekali korban yang meninggal," kata Anies di Jakarta, Kamis (23/5).

    Enam korban awal orang yang teridentifikasi ialah Farhan Syafero (31) asal Depok, M. Reyhan Fajari (16) asal Jakpus, Abdul Ajiz (27) asal Pandeglang, dan Bachtiar Alamsyah asal Batu ceper.

    Kemudian Adam Nooryan (19) asal Tambora, Widianto Rizky Ramadan (17) asal Kemanggisan. Sementara itu, Anies mengatakan dua warga yang baru meninggal ialah Sandro (31) dan satu lagi belum diketahui identitasnya.

    "Itu 8 nama yang meninggal semua prosesnya kita percayakan kepada aparat kepolisian untuk melakukan penyelidikan data-data ada di RS," jelas Anies sebagaimana dikutip CNN Indonesia

    Video Menolak Lupa Aksi Kekerasan 21 Mei 2019





    Komentar

    Tampilkan

    Terkini