Sukoco menceritakan perjuangan para sopir Bus Sekolah yang bertugas menjemput pasien Corona. Mereka bekerja hampir 24 jam.
"Kalau kita dari jam 4 pagi sudah absen, kalau sopir COVID 24 jam (siaga)," ucap Sukoco.
Tak hanya itu, para sopir juga harus berjuang menahan panas ketika menggunakan hazmat. Mereka paling lama menggunakan hazmat selama 6 jam.
"Rasanya nahan kayak puasa. Nggak bisa minum, nggak bisa makan. Nahan buang air juga, panas yang jelas, napas kita sesak. Agak susah napas," ungkap dia.
Pria yang sudah menjadi sopir Bus Sekolah sejak 2016 itu mengaku dirinya rata-rata menjemput pasien COVID-19 satu hingga dua kali dalam sehari. Dalam sekali jemput, biasanya ada 18 hingga 19 pasien COVID-19 yang diantar ke Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet.
"Kita maksimal dua kali (antar), dua tempat, tapi keseringan satu. Rata-rata hampir 10 (pasien) ke atas, 18-19 orang," tutur dia.
Setelah mengantar pasien, Bus Sekolah tidak langsung kembali ke pangkalan. Tapi masuk ke tempat pembersihan limbah berbahaya di Sunter, Jakarta Utara. Di situ, baju hazmat yang dikenakan para sopir dibuang serta bus dilakukan pembersihan.
Di masa PSBB ini, kata Sukoco, bus sekolah mengantarkan pasien COVID-19 ke RS Darurat Wisma Atlet sebanyak 300 orang dalam sehari. Dia sendiri sudah bertugas mengantar pasien Corona sejak Maret lalu.
"Ini benar-benar zona merah banget kalau ini, mulai hari Senin sudah 300-an lebih (pasien COVID-19 diantar ke Wisma Atlet). Ini termasuknya parah ini, Jakarta," imbuh Sukoco. [detik]